Bisikan Hati yang Benar

admin111
admin111
4 Min Read

Oleh: Dr. K.H. Irfan Zidny Al Hasib, S.H., M.Si.
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs dari Jakarta)

Pernahkah kamu merasakan sulitnya memahami orang lain, bahkan orang terdekat sekalipun? Di tengah keramaian, kita sering kali merasa sendirian dan butuh tuntunan untuk bisa benar-benar melihat hati seseorang. Kunci untuk memahami, mencintai, dan bahkan berdakwah kepada mereka ternyata bukan hanya tentang logika semata, melainkan tentang cahaya makrifat dalam hati kita. الله ﷻ berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا ۝ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya” (QS. Asy-Syams: 9–10).

Jika hati kita dipenuhi cahaya dan dipoles hingga benar-benar bersih, kita akan bisa mengetahui hakikat orang lain—seperti memiliki “mata batin” yang memungkinkan kita melihat kebaikan dan niat tulus di balik setiap tindakan—sehingga kita bisa mencintai mereka dengan tulus dan bersyukur atas kehadiran mereka, karena kita tidak menilai hanya dari luarnya saja.

Namun, proses memurnikan hati ini tidaklah mudah, karena hati bagaikan cermin yang mudah tertutup oleh debu dan kotoran. Jika kita tidak membersihkannya, cermin itu tidak akan mampu memantulkan gambaran yang jelas. Rasulullah ﷺ bersabda:

- Advertisement -

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itu, perjalanan spiritual tidak boleh berhenti di tahap awal; kita harus terus berproses hingga hati benar-benar bersih dan terang, sehingga mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Untuk mencapai hal itu, tiga hal utama yang perlu dikendalikan adalah pandangan, makanan, dan ucapan. Menundukkan pandangan dari yang haram akan menjaga kesucian hati, sebagaimana perintah الله ﷻ:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَـٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۟ فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada orang-orang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka; yang demikian itu lebih suci bagi mereka” (QS. An-Nur: 30).

Memakan makanan yang halal juga sangat memengaruhi kejernihan hati, karena doa yang berasal dari tubuh yang diberi makanan haram akan terhalang, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

“Sesungguhnya الله itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik” (HR. Muslim).

Menjaga ucapan pun penting, sebab lisan adalah cerminan hati. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada الله dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semua itu harus dijalani dengan rasa diawasi oleh الله (المراقبة), menjadikannya seperti “CCTV” dalam hidup yang membuat kita berhati-hati dalam setiap tindakan dan ucapan. Tanpa latihan yang konsisten, hati kita tidak akan mampu mencapai makrifat atau pengenalan yang mendalam kepada الله, karena hati yang tidak dilatih akan tetap terjebak pada kebiasaan lama dan sulit melihat kebenaran. Imam al-Ghazali رحمه الله berkata:

القلب كالمرآة، والذنوب كالصدأ، وجلاؤه بالذكر والتوبة

“Hati itu seperti cermin, dan dosa itu seperti karat, adapun pembersihnya adalah dzikir dan taubat.”

Pada akhirnya, menjaga pandangan, mengendalikan makanan, melatih ucapan, dan hidup dengan muraqabah bertujuan untuk mendidik hati agar bersih dan bercahaya, sehingga mampu mengantarkan kita kepada cinta yang tulus—baik kepada الله maupun kepada sesama manusia.

Disarikan dari: https://youtu.be/tvuXPzo3S-s?si=hxEApWR82g0WSXkI

Share This Article
Leave a comment