oleh: K.H. Luqman Kamil Ashiddiq, S.Pd.I.
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs dari Cimahi)
Guru kita, Abah Anom, pernah menyampaikan bahwa majelis manaqib adalah “unit-unit servis rohani.” Ia adalah tempat di mana rohani kita bisa “diservis” dan dibersihkan. Sebab, ruh manusia, selain para nabi, pasti akan kotor dan sakit.
Tidak ada ruh yang terlepas dari kotoran atau penyakit batin. Proses membersihkan hati dan mensucikan jiwa adalah sebuah latihan yang berat. Kita semua perlu melatih diri agar sifat-sifat keburukan manusiawi (basyariah) sirna dari diri kita.
Mujahadah dan Peran Guru Mursyid
Mensucikan jiwa bukanlah perkara yang mudah. Oleh karena itu, kita membutuhkan bimbingan dari seorang yang telah sukses dalam mengolah dirinya dan mensucikan jiwanya, yaitu guru mursyid. Kesucian seorang guru mursyid bukanlah anugerah cuma-cuma dari Allah, melainkan hasil dari kekuatan mujahadah (perjuangan spiritual) yang luar biasa.
Guru mursyid memiliki tugas penting, yaitu mensucikan ruh para muridnya dan membimbing mereka agar bisa sampai (wushul) kehadirat الله SWT. Kita patut bersyukur memiliki guru mursyid yang tulus dan ikhlas dalam membimbing kita menuju jalan yang benar.
Syekh Muhammad Abdul Qasim pernah berkata:
“Suatu penyakit yang tidak dapat dilihat oleh pandangan mata, tetapi hal itu bisa nampak dilihat oleh pandangan basiroh (mata batin). Dengan demikian, tidak boleh tidak, mesti ada cahaya yang akan mampu mengalahkan penyakit tersebut.”
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit hati tidak kasat mata, namun dapat dirasakan. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan kecuali dengan cahaya yang datang dari الله.
Pentingnya Dzikir Harian
Jika tubuh kita membutuhkan makanan agar kuat, maka ruh kita pun membutuhkan dzikir setiap hari agar sehat. Dzikir adalah nutrisi rohani yang sangat penting. Ciri rohani yang sedang sakit adalah munculnya rasa malas untuk beribadah. Malas shalat, malas menghadiri majelis manaqib, dan malas beramal shaleh adalah tanda-tanda penyakit batin sedang bersarang dalam diri kita.
Penyakit batin ini jika dibiarkan akan semakin parah. Ia dapat menimbulkan komplikasi penyakit lain seperti kikir, iri hati, dan dengki. Imam Ghazali bahkan menyebutkan, penyakit lisan saja ada sekitar 60 macam, salah satunya adalah kebiasaan berbohong.
Sebagai pengamal kalimat “Laa ilaaha illallah,” kita dituntut untuk menjadi pribadi yang baik (thayyib) dan bertauhid. Salah satu ciri pribadi yang bertauhid adalah memiliki guru mursyid yang membimbing.
Mengamalkan Amalan dari Guru Mursyid
Ketika seorang murid mengamalkan amalan di luar bimbingan gurunya, maka amalan tersebut tidak akan sampai (wushul). Oleh karena itu, semua amalan yang kita kerjakan harus bersumber dari guru mursyid.
Pertanyaannya, bagaimana jika saya mengamalkan Shalawat Fatih atau shalawat lainnya? Amalan-amalan tersebut bisa dijadikan sebagai amalan tambahan, selama amalan pokok (dzikir) dari guru mursyid tetap diamalkan. Namun, yang terbaik adalah mencukupkan diri dengan amalan yang diajarkan oleh guru mursyid.
Amalan apapun yang diiringi dengan bimbingan guru mursyid akan menjadi kendaraan (wasilah) yang mengantarkan kita menuju hadirat الله SWT. Itulah yang menjadikan amalan tersebut luar biasa, karena ia menjadi jalan bagi kita untuk sampai kepada-Nya.