Penyakit Lisan dalam Pandangan Imam Al-Ghazali

admin111
admin111
3 Min Read

oleh: Dr. K.H. Ahmad Rusydi Al Wahab, MA.
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul dari Jakarta)

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengupas panjang tentang afat al-lisan atau penyakit-penyakit berbahaya bagi lisan. Setelah membahas perkataan yang tidak bermanfaat (al-qalam), beliau menjelaskan bahaya berlebih-lebihan dalam berbicara (al-fudhul). Perkataan yang berlebihan adalah sesuatu yang tercela, yakni ucapan yang melampaui batas kebutuhan.

Misalnya, seseorang cukup menggunakan satu kalimat untuk menyampaikan maksudnya, namun ia menambah-nambah hingga menjadi dua atau tiga kalimat. Rasulullah ﷺ bersabda:

طُوبَى لِمَنْ أَمْسَكَ الْفَضُولَ مِنْ لِسَانِهِ وَأَنْفَقَ الْفَضُولَ مِنْ مَالِهِ

- Advertisement -

“Beruntunglah bagi orang yang mampu menahan kelebihan dari lisannya, dan menginfakkan kelebihan dari hartanya.”

Hadis ini menunjukkan bahwa berlebihan dalam perkataan dilarang, sedangkan berlebihan dalam sedekah justru dianjurkan. Namun, manusia sering kali melakukan kebalikannya: mereka menahan diri dari berinfak, tetapi longgar dalam berbicara.

Imam Al-Ghazali mengingatkan agar kita bijak menjaga ucapan. Seorang sufi hendaknya menjaga hati agar terus berzikir kepada الله, bahkan di tengah interaksi sosial. Berzikir di tengah keramaian yang penuh godaan justru lebih berat dan lebih utama daripada berzikir di masjid yang tenang. Hal ini sejalan dengan konsep khalwat fi al-jalwat dalam Tarekat Naqsyabandiyah — menyendiri di tengah keramaian.

Penyakit lisan lainnya adalah berbicara tentang hal-hal batil atau sia-sia, seperti membicarakan kemaksiatan, majelis maksiat, memamerkan kekayaan, atau membicarakan kekuasaan yang melalaikan. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan satu kalimat yang diridai الله, ia tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai kepada rida الله, maka الله mencatat baginya keridaan itu sampai hari kiamat. Dan ada seorang hamba yang berbicara dengan satu kalimat yang dimurkai الله, ia tidak mengira bahwa kalimat itu akan sampai kepada murka الله, maka الله mencatat baginya kemurkaan itu sampai hari kiamat.”

Imam Al-Ghazali juga menyoroti bahaya perdebatan yang tidak sehat (al-mirā’), di mana seseorang berbicara bukan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk memenangkan argumen, bahkan memotong pembicaraan orang lain. Imam Syafi’i berkata: “Aku berdebat dengan orang bodoh, maka aku selalu kalah,” sebab orang bodoh tidak memahami adab diskusi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُمَارِ أَخَاكَ

“Janganlah engkau berbantah-bantahan dengan saudaramu.”

Bahkan beliau menjanjikan rumah di atas surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meski ia berada di pihak yang benar.

Imam Al-Ghazali menutup nasihatnya dengan mengingatkan bahwa kesempurnaan iman memiliki enam tanda: berpuasa sunnah di musim panas, berjihad di jalan الله, salat ketika gelap malam, bersabar ketika ditimpa musibah, menyempurnakan wudu di musim dingin, dan meninggalkan perdebatan meski berada di pihak yang benar.

Semoga kita semua mampu menjaga lisan dari penyakit-penyakit yang merusak iman, dan senantiasa menjadikannya sebagai sarana Dzikir dan kebaikan.

Disarikan dari: https://www.youtube.com/watch?v=BFkEYPZ2fdo


Share This Article
Leave a comment