Dzikir: Jalan Ketenangan Hati dan Kedekatan dengan الله

admin111
admin111
4 Min Read

oleh: Dr. K.H. Dadang Muliawan, M.Sos.
(Rektor Universitas Saefulloh Maslul dan Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul)

Hidup di era modern yang penuh hiruk pikuk sering kali membuat hati terasa gelisah, galau, dan merana. Namun, di tengah semua itu, ada sebuah cahaya yang mampu menenangkan dan menguatkan jiwa, yaitu dzikir. Lebih dari sekadar mengucapkan kata-kata, dzikir adalah praktik spiritual yang menjadi wasilah bagi kita untuk kembali kepada الله. Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat الله hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 28)

- Advertisement -

Dzikir ibarat sebuah perjalanan dengan tujuan kembali kepada الله dengan hati yang suci. Hati yang kembali (qalbun munīb) adalah hati yang bersih, selamat, dan selalu terhubung dengan-Nya. Untuk mencapainya, seorang murid memerlukan bimbingan Syaikh Mursyid yang telah sampai kepada الله. Seperti ungkapan para ulama, “Duduk bersama syekh mursyid lebih baik daripada seribu kali uzlah.” Kehadiran Syaikh Mursyid mampu membimbing hati untuk menemukan jalan yang benar.

Hati yang telah diarahkan kepada الله akan lembut menerima mau‘izhah atau nasihat. Nasihat seorang mursyid melunakkan hati yang keras, mencairkan air mata yang beku, dan membenahi amal yang rusak. Dalam salah satu makna, mau‘izhah itu adalah kalimat tauhid, lā ilāha illallāh. Kalimat inilah yang membersihkan hati dari kegelapan dan menata amal menuju kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah lā ilāha illallāh, maka ia akan masuk surga.” (HR. Abu Dawud)

Ketika hati telah lembut oleh dzikir, seseorang akan mampu menjaga adab. Adab bukan sekadar sopan santun, tetapi tata krama dalam beribadah, dalam bermuamalah dengan الله, Syaikh Mursyid, sesama ikhwan, bahkan seluruh manusia. Para ulama tasawuf menegaskan, “Thariqah seluruhnya adalah adab; barang siapa yang bertambah adabnya, maka bertambahlah kedekatannya dengan الله.”

Dengan adab yang baik, seorang murid akan tumbuh menjadi pendakwah sejati. Dakwah bukan hanya dengan lisan, melainkan dengan menjaga, mengamalkan, dan melestarikan kalimat tauhid lā ilāha illallāh. Kalimat suci ini harus diterima melalui sanad yang jelas, bersambung sampai kepada Rasulullah ﷺ melalui Talqin Dzikir seorang Syaikh Mursyid. الله ﷻ berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (QS. Fussilat [41]: 33)

Apabila semua langkah ini dijalani dengan baik, muncullah atṡar atau buah manis dari Dzikir. Buah itu sangat banyak: Dzikir mengusir dan menundukkan setan, mendatangkan rida الله, menghilangkan kegelisahan, mendatangkan kebahagiaan, menguatkan hati dan tubuh, mencemerlangkan wajah, menarik rezeki, menghadirkan wibawa, menumbuhkan cinta kepada الله, dan yang paling utama, mendekatkan hati kepada الله. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akhirnya, Dzikir adalah amalan holistik yang tidak hanya menyentuh aspek spiritual, tetapi juga memengaruhi kehidupan lahir dan batin. Dengan konsistensi dzikir, seorang hamba akan merasakan kebahagiaan sejati, ketenangan hati, dan kedekatan yang hakiki dengan الله—sebuah kebahagiaan yang melampaui dunia hingga akhirat.

Share This Article
Leave a comment