Rahasia Kalimat Lā Ilāha Illallāh: Menyucikan Hati, Meneguhkan Jiwa

admin111
admin111
4 Min Read

oleh: Dr. K.H. Subhan Asyierbonie
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs dari Cirebon)

Alhamdulillah, kita bersyukur atas limpahan nikmat الله SWT yang mempertemukan kita dalam majelis penuh berkah ini. Setelah melaksanakan amaliah manakib, kita kini memasuki khidmat ilmiah manakib—sebuah keseimbangan antara amal dan ilmu.

Sebagaimana motto yang selalu diwariskan oleh guru-guru agung Ahli Silsilah, “ilmu amaliah, amal ilmiah”; artinya, kita beribadah berdasarkan ilmu dan mengamalkan ilmu yang dimiliki. Inilah keseimbangan yang menjadikan ibadah kokoh dan bermanfaat, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi sesama.

Kalimat Lā ilāha illallāh memiliki kedudukan yang sangat agung dalam ajaran Islam. Kalimat ini bukan hanya diucapkan oleh kita hari ini, melainkan juga telah diwariskan dan diistiqamahkan oleh para guru kita terdahulu—mulai dari Abah Aos, Abah Anom, Abah Sepuh, hingga sampai kepada Rasulullah ﷺ. Beliau sendiri menegaskan keutamaannya dalam sabda:

«أَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ»

“Kalimat terbaik yang aku ucapkan, dan yang juga diucapkan para nabi sebelumku, adalah Lā ilāha illallāh.”

Hadis ini menegaskan betapa kalimat tauhid telah teruji sepanjang zaman. Meskipun semua amal ibadah pada hakikatnya adalah dzikir yang mengingatkan kita kepada Allah, namun, sebagaimana ditegaskan dalam Miftahus Shudur, kalimat ini merupakan dzikir yang paling utama. Oleh karena itu, kalimat ini bukan sekadar ucapan biasa, melainkan jalan keselamatan yang hakiki di dunia dan akhirat.

Lebih jauh, Lā ilāha illallāh disebut sebagai pembersih dosa dan syirik. Dalam Miftāḥus Ṣudūr dijelaskan bahwa kalimat thayyibah ini mampu membersihkan hati dari syirik jali (terang-terangan) maupun syirik khafi (tersamar). Padahal, syirik adalah dosa besar, namun dengan izin الله, kalimat tauhid dapat menghapusnya. Akan tetapi, kalimat ini hanya berbobot bila diambil melalui sanad yang jelas, yakni dari seorang guru mursyid melalui proses talqin. Dengan talqin, kalimat ini ditanamkan ke dalam qalbu, sehingga tidak lagi menjadi ucapan kosong, melainkan dzikir hidup yang mampu menghapus dosa sebesar langit dan bumi.

Di sinilah kita memahami pentingnya tata cara Dzikir Jahar sebagaimana diajarkan oleh Pangersa Abah Aos, Beliau menekankan tiga hal utama: menutup mata agar konsentrasi terjaga, melafalkan dzikir dengan suara yang jelas, minimal terdengar oleh telinga sendiri, serta melakukan gerakan tubuh sebagai simbol penyembelihan sifat-sifat buruk dalam diri. Gerakan dari bawah ke atas itu seolah membersihkan titik-titik spiritual di tubuh, sebagaimana yang diajarkan oleh Syekh Abdul Qodir al-Jaelani. Sebagaimana tubuh kita perlu dimandikan agar bersih, qalbu pun perlu dibersihkan, dan dzikir adalah sabunnya.

Selain itu, Pangersa Abah Aos memberi teladan dalam membawa sajadah ke mana pun pergi. Sajadah adalah masjid kita, tempat sujud yang paling mulia. Bahkan ketika menginap di hotel termewah, beliau memilih tidur di atas sajadah, berdzikir dan shalat hingga fajar. Inilah bentuk uzlah yang sejati. Bukan dengan lari ke hutan atau gunung, tetapi dengan menjaga hati tetap terhubung kepada الله meski berada di tengah keramaian. Fisik boleh bekerja, berinteraksi, atau beraktivitas duniawi, tetapi qalbu tetap berdzikir.

Dari sini kita diajak untuk mengikuti jejak guru. Sebagai murid, tidak perlu banyak bertanya atau menganalisis, cukup menerima dan mengamalkan. Kalimat Lā ilāha illallāh adalah hidangan yang telah disajikan, tugas kita hanyalah menikmatinya dengan penuh keyakinan. Mari kita amalkan, amankan, dan lestarikan kalimat tauhid ini. Amalkan setiap hari, amankan dengan syiar, dan lestarikan dengan mengajak sesama untuk berdzikir.

Semoga pertemuan ini membawa manfaat, mengokohkan hati, dan menjadikan kita istiqamah dalam mengamalkan amaliah TQN Surayalaya Sirnarasa PPKN.

Share This Article
Leave a comment