Wukuf di Hadapan الله: Puncak Perjalanan Ruhani

admin111
admin111
4 Min Read

oleh: K.H. Luqman Kamil Ashiddiq, S.Pd.I.
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Ra Qs dari Kota Cimahi)

Seorang Mursyid adalah sosok yang telah mencapai maqam tertinggi, di mana kalbu dan rohaninya telah, sedang, dan akan selalu wukuf di hadapan الله SWT. Meski berada dalam kedekatan yang agung dengan الله, ia tetap memiliki perhatian besar terhadap siapa pun yang ingin menapaki jalan spiritual serupa. Inilah tanggung jawab besar seorang pembimbing ruhani, yang menghubungkan para salik dengan الله.

Ketika seorang murid menerima intisari ajaran Islam dan menghayatinya hingga meresap ke dalam kalbu, di situlah hakikat Lailatul Qadar. Proses penanaman intisari ajaran itu adalah tanda seorang salik sedang mendapati Lailatul Qadar, yakni hidupnya hati yang membawa pada makrifat bil jam‘i. Rasulullah SAW menerima wahyu dengan perintah “اقْرَأْ” (Iqra’! – Bacalah!) (QS. Al-‘Alaq: 1). Perintah ini bukan sekadar membaca teks, melainkan mengajak manusia untuk tafakur. Tafakur berbeda dengan sekadar berpikir; ia adalah renungan mendalam atas tanda-tanda ciptaan الله. Ketika melihat kelapa hijau, misalnya, kita diingatkan tentang perjalanan siratullah. Kelapa tidak langsung hadir, melainkan melalui bunga, cengkir, hingga menjadi buah. Namun, siapa yang tahu kapan الله memasukkan air ke dalam kelapa hingga ia manis? Tidak ada seorang pun. Demikianlah hakikat tafakur—merenungi rahasia ciptaan الله yang tersembunyi.

Rasulullah SAW bersabda:

- Advertisement -

تَفَكُّرُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَنَةٍ

“Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun.” (HR. Baihaqi).

Namun, para ulama memiliki pandangan yang berbeda dalam memahami hal ini. Ulama ahli zahir menilai manusia dari sisi lahiriah semata, yaitu dari banyaknya amal yang dikerjakan. Sementara itu, ulama ahli batin atau ahli makrifat menilai manusia bukan dari kuantitas amalnya, melainkan dari kedalaman makrifatnya kepada الله.

Dalam jalan Thoriqoh, dikenal dua istilah penting: suluk, yakni menempuh jalan spiritual, dan taraqqi, yaitu menapaki maqam-maqam ruhani dari tobat, sabar, ridha, hingga mencapai puncak kedekatan dengan الله. Seorang Mursyid telah lebih dahulu sampai pada puncak itu, dan dengan penuh kasih ia membimbing murid-muridnya untuk menapaki jejak yang sama.

Meski demikian, tidak semua murid memiliki tujuan sama. Ada yang disebut talibal ijabah—yang datang hanya agar hajatnya dikablukan, mendapati kekayaan, atau kemuliaan dunia. Namun, ada pula talibal lailatul qadar—yang menghendaki perjumpaan hakiki dengan الله. Bagi mereka, setiap amalnya dilipatgandakan hingga seribu tahun. الله berfirman:

وَإِنَّ يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ

“Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj: 47).

Mereka adalah orang-orang yang telah wukuf di hadapan الله, meski raganya masih di dunia, ruhnya berada di kerajaan الله. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا أَجْسَادُهُمْ فِي الْأَرْضِ وَأَرْوَاحُهُمْ فِي الْمَلَكُوتِ

“Sesungguhnya الله memiliki hamba-hamba, jasad mereka berada di bumi, sementara ruh mereka berada di kerajaan langit.” (HR. Abu Nu‘aim).

Inilah hakikat Lailatul Qadar, di mana seribu tahun bisa ditempuh dalam satu malam. Orang yang telah mencapai maqam ini dikenal oleh penduduk langit, seakan ia sudah mendapatkan “KTP langit.” Sebuah kedudukan agung yang hanya dicapai melalui bimbingan Mursyid, suluk yang istiqamah, tafakur yang mendalam, serta makrifat yang senantiasa hidup dalam kalbu.

Disarikan dari: https://youtu.be/nGLiRy7OvEk?si=mYy_-vcvDRrXnuZt

Share This Article
Leave a comment