Biarkan Pintu Pada Tempatnya

admin111
admin111
10 Min Read

Oleh: Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
(Wali Mursyid TQN PP Suryalaya Silsilah ke 38)

Seperti telah kita ketahui, setiap bangunan yang didirikan selalu memiliki pintu, Tak peduli apakah itu sebuah Mesjid, Madrasah, Balai desa, rumah mewah, gedung Parlemen, gedung olah raga, kapal udara, kapal laut, atau gubuk sekali pun, semua memiliki pintu. Pintu berfungsi sebagai media keluar atau masuknya segala sesuatu dari dan ke dalam bangunan tersebut. Dengan adanya pintu maka yang di luar dapat masuk, dan yang di dalam dapat keluar dari bangunan tersebut.

            Al Qur’anul karim membimbing kita untuk memiliki adab yang terpuji dengan memasuki rumah melalui sesuatu yang telah ditetapkan sebagai jalannya, hal ini sebagaimana yang disebutkan الله‎ dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 189:

يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْاَ هِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَا قِيْتُ لِلنَّا سِ وَا لْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَ نْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰى ۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَا بِهَا ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّکُمْ تُفْلِحُوْنَ‏‏

- Advertisement -

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada الله‎ agar kamu beruntung.”

            Ketika kita memasuki sebuah rumah, maka kita harus melalui pintu. Dalam hal ini pintu merupakan media yang menjadikan kita dapat memasuki sebuah ruang/bangunan. Sementara itu, meski kita memasuki ruang/bangunan pintu sebagai media kita Masuk tetap berada pada tempatnya. Ia tidak bergeser ke mana pun, tetap pada posisinya semula. Konsep yang diilustrasikan Melalui pemahaman pintu akan tetap pada tempatnya, ialah Konsep tentang  Robithoh.

            Robithoh adalah perantaraan saja, ia tak lebih hanya sebagai Media yang menghantarkan kita pada tujuan yang hendak dicapai. Semisal tangga yang digunakan, ia hanya berfungsi sebagai media yang mengantarkan kita ke atas, sementara ia sendiri tetap pada Posisinya semula. Dalam amaliah ibadah ini juga kita jumpai, misalnya ketika kita Sholat maka secara syariat kita harus Menghadap kiblat (ka’bah yang berada di tengah-tengah Masjidil Haram di Makkah Al Mukarromah).

            Di sini Ka’bah tak lebih dari Sekedar simbol yang menjadi media kita dalam menyerahkan diri Kita pada-Nya. Yang dibaca tak hanya merupakan rukun qouliyah Sholat, yang dilakukan anggota tubuh tak hanya merupakan rukun Fi’liyah Sholat. Dalam pandangan lahiriah apa yang kita kerjakan Tak lebih dari gerakan dan ucapan semata yang berbatas pada Ruang dan waktu, sementara dalam pandangan batiniah, prosesi Sholat adalah momen untuk menghantarkan hati kita kepada الله‎.

            Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dilahirkan ke bumi ini tidak lain Adalah untuk menjadi pintu untuk semua umatnya dalam Menggapai hadirat الله‎ Subhanahu Wa Ta’ala. Beliau merupakan suri tauladan Bagi segenap insan yang beriman, akhlaknya yang mulia menjadikannya terjaga dari segenap khilaf dan alfa. Salah satu hal yang Senantiasa Rosululloh Shollalohu ‘Alaihi Wasallam lakukan adalah dengan mengoptimalkan Amaliah ibadah meskipun dirinya merupakan pribadi yang Disucikan الله‎ dengan sifat ma’sumnya.

            Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa ibadah Rosululloh Shollalohu ‘Alaihi Wasallam beribadah tak hanya karena merupakan kewajibannya tetapi Juga sebagai rasa syukur kepada الله‎. Hal lain yang juga Merupakan manifestasi syukur kita pada-Nya ialah dengan berlaku baik kepada kedua orang tua (Birrul walidain), seperti yang juga telah di ajarkan Rosululloh. Sebagai manusia biasa yang dalam setiap hembusan nafas tak luput dari peluang salah dan dosa maka sudah semestinya senantiasa mencontoh apa yang dilaksanakan Rosulullloh Shollalohu ‘Alaihi Wasallam Dalam kaitannya dengan bersyukur, الله‎ Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِ نْسٰنَ بِوَا لِدَيْهِ ۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِيْ عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِـوَا لِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman 31: Ayat 14)

            Hal yang ditekankan dalam ayat ini adalah mengenai kewajiban bersyukur kepada الله‎, sekaligus juga bersyukur kepada orang tua. Itulah sebabnya kemudian ketika kita ingin menggapai ridho الله‎, maka hendaknya kita juga memiliki ridho Dari orang tua. Sebaliknya, jika kita tidak diridhoi orang tua, maka bagaimana mungkin kita bisa menggapai ridho الله‎. Hal yang serupa juga terjadi pada makna dua kalimat Syahadat, dua kalimat Syahadat dimaknai sebagai wujud pengakuan Kita bahwa tiada Tuhan melainkan الله‎, Keyakinan akan tuhan Ini juga harus dibarengi dengan keyakinan kita kepada kerosulan Muhammad Shollalohu ‘Alaihi Wasallam

            Artinya jika kita mengaku muslim maka keyakinan kita terhadap الله‎ sebagai Tuhan semesta alam harus Disertai dengan keyakinan yang kuat bahwa Muhammad adalah Utusan-Nya. Pentingnya meyakini Muhammad Shollalohu ‘Alaihi Wasallam sebagai utusan الله‎ juga nampak dari aturan yang menyatakan bahwa, tidak Sah Sholat seseorang jika tidak bershalawat kepadanya. Setara Dengan itu, الله‎ juga memuliakan Nabiyulloh Ibrahim Alaihisallam sebagai Hamba الله‎ Yang shaleh yang namanya wajib disebutkan dalam Sholat, keluarga Muhammad Shollalohu ‘Alaihi Wasallam, keluarga Ibrahim Alaihisallam, dan para Sholihin semuanya.

            Sholat merupakan manifestasi dari rasa syukur kita kepada الله‎ serta kekhidmatan kita kepada para anbiya dan kaum Sholihin. الله‎ menghendaki kita untuk Sholat dengan sepenuh Hati dan bersungguh-sungguh. Berkenaan dengan ini الله‎ berfirman dalam surat Al Hijr ayat 65 :

وَلَا يَلْـتَفِتْ مِنْكُمْ اَحَدٌ وَّا مْضُوْا حَيْثُ تُؤْمَرُوْنَ

“Dan Jangan ada di antara kamu yang menoleh ke belakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu.”

            Kala kita lapar dan dahaga maka secara naluriah kita akan Berusaha untuk mendapatkan makanan dan minuman. Itu sudah Menjadi ketetapan الله‎, kita akan memenuhi keperluan kita Dengan perantara yang telah الله‎ sediakan. Begitu pula halnya Dalam hal ubudiyah, salah satunya adalah Dzikir yang juga memerlukan bimbingan dan arahan agar sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollalohu ‘Alaihi Wasallam. Salah satu upaya kita dalam Ber-Dzikir kepada الله‎ dengan apa yang telah dicontohkan Nabi Adalah dengan mengikuti ajaran para penerusnya yakni para ulama. Sekali lagi, perlu diperhatikan bahwa dalam banyak hal الله‎ selalu menggunakan perantara dalam menyampaikan wahyu-Nya Contohnya, dalam hal penyampaian wahyu الله‎ kepada Nabi Muhammad saw yang dilakukan melalui Malaikat Jibril.

            Ini Bukan karena الله‎ tidak mampu melakukannya sendiri, melainkan Untuk memberi gambaran bahwa segala sesuatu itu ada media Perantaranya. Kembali pada perantara yang dalam hal ini digambarkan Sebagai pintu-pintu yang akan menghantarkan kita kepada tujuan Tertentu, maka sejenak mari kita cermati sabda nabi berikut ini: “Semua pintu ditutup kecuali pintu Abu Bakar as Shiddiq ra” (HR. Bukhari).

            Apa yang dimaksud pintu-pintu tersebut? Semua pintu Kita menuju الله‎ memiliki keterbatasan dan ada akhirnya. Seperti Sholat yang diawali dengan takbirotul ikhrom dan diakhiri Dengan salam. Seperti halnya zakat, shaum, dan haji, semuanya Memiliki ketentuan terkait dengan masalah waktu dan urutan. Fenomena ini mengajarkan kepada kita sebuah hikmah yakni Bahwa umumnya manusia juga memiliki keterbatasan ihwal Kemampuannya terhadap waktu, manusia tidak dapat terus Menerus beribadah, karena selain ia makhluk yang lemah ia juga Memiliki celah untuk berbuat salah.

            Kembali kepada masalah pintu-pintu yang diutarakan dalam hadits nabi di atas, maka yang Dimaksud pintu di sini adalah pintu menuju ma’rifatulloh. Hal Yang mendasari argumen ini dapat kita temui dalam kitab Miftahus Shudur juz awal 15 sebagai berikut, “tidak ada sesuatu yang الله‎ curahkan ke dalam dadaku kecuali aku curahkan pula ke dalam Dada Abu Bakar.” Sesuatu itu adalah Dzikir dalam hati. Memang itulah Sebenarnya yang disebut Dzikir.

            Jika tanpa penghayatan dalam Hati, maka Dzikir yang dilakukan hanya sebatas Dzikir lisan semata. Dzikir yang senantiasa dilakukan bukanlah suatu penghambat Dalam beraktivitas bagi seseorang yang beriman. Malah justru Sebaliknya, Dzikir inilah yang menjadi penyeimbang kesehatan mental. Seorang yang beriman niscaya dirinya akan senantiasa Ingat kepada الله‎, dan mengingat الله‎ setiap saat.

             Di antara Wujud nyata mengingat الله‎ adalah dengan selalu memurnikan Iman dengan menghapus benih-benih kemusyrikan, dengan Memaknai kalimat Laa Ilaaha Illalloh dan menjadikannya sebagai Qoul tsabit atau ucapan yang tetap sebagaimana yang tercantum Dalam surat Ibrahim ayat 27:

يُثَبِّتُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِا لْقَوْلِ الثَّا بِتِ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰ خِرَةِ ۚ وَيُضِلُّ اللّٰهُ الظّٰلِمِيْنَ ۗ وَيَفْعَلُ اللّٰهُ مَا يَشَآءُ

الله‎ meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan الله‎ menyesatkan orang-orang yang zalim dan الله‎ berbuat apa yang Dia kehendaki.”

Share This Article
2 Comments