Dzikir, Jembatan Penyeberang Kebodohan Menuju Kebijaksanaan

admin111
admin111
4 Min Read

Oleh: Al Khoolishul Aamiin

#RefleksiSufi

DZIKIR adalah tetesan rahmat yang mampu melunakkan hati yang keras, menghaluskan perangai yang kasar, dan membentuk pribadi yang ramah dan penuh kasih. Dalam setiap lafal dzikir, ada pendaran cahaya yang menyentuh jiwa, mengubah duri-duri kekerasan menjadi bunga-bunga kelembutan. Dzikir adalah cermin yang memantulkan kelembutan Alloh ke dalam hati hamba-Nya, hingga ia menjadi manusia yang santun, sabar, dan menyenangkan.

Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

- Advertisement -

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

“Maukah kalian aku beritahu tentang penghuni surga? Yaitu setiap orang yang lemah-lembut, rendah hati, dan santun, hingga jika ia bersumpah atas nama الله, pasti الله kabulkan. Maukah kalian aku beritahu tentang penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang kasar, sombong, dan keras hati.” (HR. Al-Bukhari, no. 4918; Muslim, no. 2853)

Seorang yang istiqomah berdzikir tidak hanya menghiasi lisan dengan tutur kata yang lembut dan santun, tetapi juga memperhalus perangainya. Dzikir yang tulus memancarkan kelembutan dalam hati, sebagaimana Nabi Muhammad menjadi suri teladan dengan kelembutan luar biasa yang terlahir dari kebersamaannya dengan الله.

الله ‘azza wajalla berfirman dalam Al-Qur’an:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari الله, engkau (Muhammad) bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu.” (QS. Ali ‘Imran: 159)

Dalam Al-Hikam, Syaikh Ibnu Atha’illah mengungkapkan: “Dzikir adalah penyuci hati dari karat dunia, dan hati yang suci akan menumbuhkan sifat lembut. Ia menjadi seperti tanah yang subur, tempat tumbuhnya rahmat dan akhlak mulia.” Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin (Juz 4, halaman 389) menulis: “Dzikir yang tulus akan meluruhkan keakuan manusia. Dengan hilangnya ego, hilang pula kekerasan dalam hati, dan lahir sifat kasih dan santun.”

Kelembutan itu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi terpancar kepada siapa saja yang berinteraksi dengannya. Hati yang penuh dzikir menyadari bahwa segala makhluk adalah ciptaan Alloh yang patut dihormati. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Qusyairi dalam Risalah Qusyairiyah (halaman 76): “Seorang ahli dzikir melihat kelembutan Alloh dalam segala hal. Maka ia tak mampu bersikap kasar, sebab ia memandang dunia dengan mata cinta.”

Jika seseorang masih keras hati dan kasar perilakunya, itu adalah tanda bahwa dzikirnya belum meresap ke dalam jiwa. Dzikir yang hanya di lisan tanpa menghadirkan hati bagaikan benih yang ditanam di tanah yang tandus—ia tak akan pernah tumbuh. Sebagaimana Tuan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menulis dalam Futuhul Ghaib (halaman 72):

“Dzikir tanpa kehadiran hati adalah gerakan lisan yang hampa. Ia tidak memberi manfaat kecuali lelah semata. Jika hati tidak terhubung dengan الله, dzikir tidak akan meninggalkan pengaruh dalam perangai.”

Dzikir adalah pelunak bagi hati yang keras. Ia mengubah pribadi yang kasar menjadi lembut dan santun, sebab dzikir mendekatkan bahkan membersamakan seorang hamba kepada الله yang Maha Lembut (Al-Lathif). Namun, dzikir yang tidak dilakukan dengan tata cara yang benar hanya akan menjadi ritual tanpa ruh. Maka, hadirkan hati, tundukkan diri, dan rasakan kebesaran Alloh dalam setiap hembusan dzikir.

Kita panjatkan sama-sama doa yang diajarkan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam:

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لَيِّنِينَ هَيِّنِينَ، وَزَيِّنْنَا بِذِكْرِكَ وَأَخْلَاقِ أَوْلِيَائِكَ، وَاجْعَلْنَا مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ، مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ.

“Ya الله, jadikanlah kami pribadi yang lembut dan santun, hiasilah kami dengan dzikir-Mu dan akhlak para wali-Mu, dan jadikanlah kami pembuka pintu-pintu kebaikan serta penutup bagi keburukan.”

Ilaa hadlrotussyeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul, al faatihah. Aamiin.

Share This Article
Leave a comment