Oleh: K.H. Budi Rahman Hakim Al Amiin, MSW., Ph.D. (Abah Jagat Al Khoolish)
[Pimpinan Pesantren Paradaban Dunia JAGAT ‘ARSY]
“Tidak akan sampai seorang pun kepada الله kecuali dengan dzikir (ingat) kepada-Nya.” [لا يصل أحدٌ إلى الله إلا بذكره]
—Hadrotusyeikh Abah Aos Ra Qs— di Pesantren Peradaban Dunia JAGAT ‘ARSY.
Bagi seorang murid, jalan dan adab wushul ilallah (sampai kepada الله) melalui turunan ungkapan Hadrotusyeikh di atas:
“Tidak akan sampai seorang murid kepada الله kecuali dengan dzikir (ingat) kepada Gurunya (dzikir dengan robithoh).” [لا يصل المريد إلى الله إلا بذكر شيخه]
Sabda Pangersa, “Sampai kepada الله bukan dengan kaki melainkan hati.” [الوصول إلى الله ليس بالرجل بل بالقلب]
Hati yang bagaimana yang menyampaikan kita kepada الله? Yaitu, hati yang berdzikir.
“Dzikir itu ingat. Ketika hati ingat maka ia terbang, bertemu, dan sampai kepada yang diingat, cepat lebih cepat dari kata cepat.” [إذا ذكر القلب طار إلى مذكوره بسرعة أسرع من الساري]
—Dawuh Kanjeng Syeikh Abah Aos.
Jika dzikir kita ingat ke sawah, kantor, dan toko, maka kita hanya sampai kepada yang kita ingat itu, tidak sampai kepada الله. Jika dzikir kita ingatnya ke istri, suami, anak, atau pacar, maka kita hanya sampai kepada mereka yang kita ingat itu, tidak sampai kepada الله. Beruntung jika yang sedang kita ingat juga sedang ingat kepada الله, tetapi jika mereka tidak sedang ingat kepada الله alias lupa, kita pun terbawa lupa kepada الله, na’udzubillah.
الله melarang kita untuk ingat dan bersama dengan orang-orang yang hatinya lupa kepada-Nya. [وَلَا تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ]
Bersama orang-orang ghaflah (hatinya lupa) saja tidak boleh, apalagi jika hati kita sendiri yang ghaflah. Na’udzubillah. Lebih konyol lagi jika yang selalu kita ingat justru seringnya mengingat orang lain…
Oleh karena itu, agar tidak rugi dan konyol, nasihat al-Walid Abah Aos Ra: Ingatlah kita kepada orang yang hati dan dirinya tidak pernah lupa sedetik pun kepada الله, hati dan dirinya yang selalu ingat dan bersama الله, yaitu Syeikh Mursyid.
Bagi kita, seorang yang senantiasa demikian di zaman ini adalah Hadrotusyeikh Pangersa Abah. Kita akan selalu beruntung mengingat Abah karena beliau selalu bersama dengan-Nya, berdasarkan perintah Kanjeng Nabi:
“كن مع الله وإن لم تكن فكن مع من كان مع الله” (“Bersamalah dengan الله, dan jika engkau belum mampu, maka bersamalah dengan orang yang selalu bersama الله.”)
Inilah pula hakikat kebersamaan kita dengan الله.
Bagi yang sering dan rutin bermujalasah secara dhohir dengan Pangersa Guru Agung, tidak perlu ingat Abah. Tidak perlu “dzikir” (dengan robithoh). Dzikir itu bagi yang atau kalau kita (sedang) jauh dari beliau secara dhohir.
Jika sedang berkumpul dan shohbah dengan Abah di Madrosah, sesungguhnya kita sedang bersama الله di Baitullah, yang terletak di Kampung Ciceuri, Panjalu, Ciamis, Indonesia.
Semoga الله berkahi sisa usia kita dengan istiqomah bermujalasah dan berma’iyah dengan kekasih الله Pangersa Abah, bi barokatihi al-Fatihah. آمين.
Salam shohbah dari Kanzul ‘Arsy.
2 Maret 2017