oleh: Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
(Wali Mursyid TQN Suryalaya Sirnarasa PPKN III Silsilah ke 38)
Hingga abad ke-21 ini, masih banyak umat Islam yang asing dengan istilah thoriqoh. Sebagian beranggapan bahwa thoriqoh adalah ajaran baru dalam Islam yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi ﷺ. Lebih parah lagi, ada yang menganggap thoriqoh sebagai ajaran sesat yang merusak prinsip-prinsip Islam.
Fenomena ini tentu sangat memprihatinkan. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ tidak lagi diterima secara utuh oleh umat. Pengaruh kolonialisme yang dimotori oleh para orientalis seperti Snouck Hurgronje dan Van der Plas telah merusak prinsip dasar ajaran Islam, yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Lebih ironis lagi, sebagian yang bergelar ‘kyai’ justru mendukung penyimpangan ini.
Dalam tanya jawab ini, kita akan membahas mengenai kedudukan thoriqoh dalam syariat Islam.
Tanya:
Sejauh mana hubungan antara tasawuf dengan syariat Islam?
Jawab:
Jika ada pertanyaan seperti itu, berarti ada kesan bahwa tasawuf terpisah dari Islam. Padahal, tasawuf berakar dalam Al-Qur’an, yang merupakan kitab suci Islam untuk seluruh umat manusia. Kata “sejauh mana” seolah-olah menunjukkan jarak antara tasawuf dan Islam, padahal keduanya tidak terpisahkan. Tasawuf dengan Islam bagaikan kepala dengan badan, gula dengan manisnya, atau garam dengan asinnya.
Syeikh Zaruq ra. dalam kitabnya Iqod al-Humam (hal. 9) berkata:
“Nilai tasawuf dalam Islam seperti nilai ruh dalam jasad, karena maqamnya adalah maqam ihsan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ kepada Jibril, bahwa ibadah kepada الله hendaknya seakan-akan melihat-Nya.”
Lebih jelasnya, jika kita melihat syariat dalam arti luas, ia memiliki tiga dimensi penting, yaitu: Iman, Islam, dan Ihsan. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim (Juz I), di mana Malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
Tentang Islam
Rasulullah ﷺ menjawab, “Hendaklah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain الله, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu.”
Tentang Iman
Rasulullah ﷺ menjawab, “Hendaknya engkau beriman kepada الله, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta takdir baik dan buruk dari Allah.”
Tentang Ihsan
Rasulullah ﷺ menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada الله seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya الله melihatmu.”
Dalam Islam, terdapat lima rukun: syahadat, salat, zakat, puasa Ramadan, dan haji. Sementara itu, Iman memiliki enam rukun yang harus diyakini, yaitu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir.
- Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam ilmu fikih.
- Dimensi Iman dikaji dalam ilmu tauhid dan ilmu kalam.
- Dimensi Ihsan dibahas lebih lanjut dalam ilmu akhlak dan tasawuf.
Syariat Islam yang awalnya sederhana (sebagaimana dialog interaktif antara Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad ﷺ) berkembang menjadi khazanah ilmu yang luas, melahirkan berbagai mazhab dalam fikih, firqah dalam akidah, dan thoriqoh sebagai jalan pengamalan tasawuf.
Oleh karena itu, keislaman seseorang tidak akan sempurna tanpa ilmu tasawuf. Tanpa tasawuf, perjalanan keislaman dianggap mati karena kehilangan ruhnya. Berdasarkan hadis ini, mempelajari ilmu tasawuf hukumnya wajib.
Sangat tepatlah julukan yang diberikan kepada Syeikh Abdul Qodir al-Jailani sebagai “Penghidup Agama dan Pembunuh Bid’ah” (Kitab At-Thariq Illallah hal. 11, karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah).