Oleh: Dr. K.H. Irfan Zidny Al Hasib, S.H, M.Si.
(Wakil Talqin Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul dari Jakarta)
Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata, “Sesungguhnya hati memiliki lathifah rabbaniyah ruhaniyah, yakni sesuatu yang lembut dan bersifat ketuhanan serta spiritual.” Hati adalah pusat dari segala perbuatan manusia, baik dan buruknya tergantung dari kondisi hati itu sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah! Sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah! Itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hati Sebagai Software Ketuhanan
Imam Al-Ghazali menggambarkan hati sebagai “software ketuhanan” yang memiliki sifat spiritual. Seperti halnya ponsel yang memerlukan aplikasi agar dapat berfungsi, hati juga membutuhkan cahaya dari Allah agar mampu memahami hakikat kehidupan. الله Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ”
“Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Seperti Google Maps yang memberikan arah bagi perjalanan, cahaya Allah yang masuk ke dalam hati akan memberikan petunjuk menuju kebenaran. Jika hati tertutup oleh dosa dan kelalaian, maka seseorang akan mengalami kebutaan spiritual.
Cahaya dalam Hati
Hati yang disinari oleh cahaya الله akan mampu menyingkap kebenaran yang tersembunyi. الله Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ”
“الله adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang di dalamnya ada pelita; pelita itu dalam kaca, kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak di barat, yang minyaknya hampir-hampir menyala walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, الله membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. الله membuat perumpamaan bagi manusia, dan الله Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
Maka, hati yang bersih adalah hati yang dapat menerima cahaya dari الله. Sebaliknya, hati yang tertutup oleh dosa akan sulit menerima hidayah.
Cara Menjernihkan Hati
Agar hati tetap bersih dan mampu menerima cahaya, Islam mengajarkan beberapa cara, di antaranya:
Banyak Berdzikir – Mengingat الله adalah cara terbaik untuk menjaga kejernihan hati. Allah berfirman:
“الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat الله hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Menjaga Keikhlasan – Hati yang bersih adalah hati yang jauh dari riya dan keinginan duniawi yang berlebihan. Berteman dengan Orang Shalih – Orang yang bergaul dengan orang shalih akan lebih mudah menjaga kebersihan hati. Memperbanyak Istighfar – Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Dengan hati yang bersih dan penuh cahaya, seseorang akan lebih mudah memahami hakikat kehidupan dan lebih dekat kepada الله Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga الله menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang memiliki hati yang bersih dan bercahaya. Aamiin. Wallahu A’lam bish-shawab.
Ket: tulisan ini ditranskrip dari ceramah beliau di channel YouTube Sinau rasa dengan judul “Definisi Hati Menurut Imam Al Ghazali”