Hubungan Penuh Rahmat

admin111
admin111
14 Min Read

Oleh: Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
(Wali Mursyid TQN PP Suryalaya ke 38)

Bagi ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, dalam Melakukan hubungan sesama manusia sebenarnya sudah mengenal format baku yang wajib dilaksanakan. Ketentuan tersebut Tercantum dalam Tanbih Syekh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad yang terangkai bersama kata mutiaranya.

            Isi dari Tanbih tersebut telah mencerminkan betapa pentingnya seorang Muslim berakhlakul karimah baik kepada manusia maupun kepada  الله‎. Tanbih bukanlah sekedar ajaran yang bersifat lokal atau regional namun sudah merupakan pengejawantahan penanaman nilai-nilai moral yang universal. Dalam tanbih diajarkan bagaimana semestinya seorang Muslim bersikap dan bertindak sesuai ajaran agama dan tuntutan Negara. Dalam tanbih termuat hal berikut:

1. Menghormati orang yang lebih tinggi derajatnya

- Advertisement -

2. Saling menghargai sesama yang sederajat;

3. Menyayangi serta mengayomi yang lebih rendah;

4. Kasih sayang dan bermanis budi terhadap fakir miskin

            Bagi seorang murid yang tengah bersungguh-sungguh untuk menjadi manusia paripurna dan berakhlak mulia, Tanbih bukanlah sekedar rangkaian bacaan yang selalu dibacakan saat acara Manaqiban melainkan pencerminan perilaku sehari-hari yang semestinya Dilakukan oleh setiap orang muslim. Orang yang telah mengamalkan Tanbih perilakunya akan menjadi lebih baik.

            Betapa tidak, Tanbih menuntun kita untuk berperilaku sesuai dengan tuntunan Agama, dan sesuai pula dengan tuntutan negara. Sifat dari Tanbih menyiratkan bahwa hubungan antara sesama manusia dapat berjalan dengan tenteram dan penuh kedamaian. Seorang muslim hendaknya peduli dengan keadaan sesamanya bahkan terhadap Orang yang tidak seagama sekali pun.

            Dalam sebuah hadits, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam bersabda, “Kamu melihat orang-orang mukmin itu Saling menyayangi, saling mencintai dan merekatkan simpati seperti halnya, Tubuh yang jika salah satu organnya sakit, maka seluruh tubuhnya akan (merasakan) demam.” (HR. Bukhari-Muslim dari Nu’man bin Basyir) Dalam ajaran Islam dikenal taraahum, tawa’ad, dan ta’athuf. Arti dari ketiga kata tersebut adalah tafaa’ul yang berarti dasar Menarik keikutsertaan unsur-unsur yang tergabung dalam Jamaah.

            Ketiga kata ini sebenarnya memiliki arti yang hampir sama. Taraahum, saling mengasihi karena tali keimanan, Tawa’ad, hubungan Timbal balik antara beberapa pihak yang mengakibatkan tumbuhnya Rasa saling mencintai. Dan Ta’athuf adalah saling menguatkan, Sebagaimana halnya potongan-potongan baju yang saling terikat Kuat.

            Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam mengumpamakan orang-orang mukmin Itu dalam tiga sifat tersebut, seperti kesatuan tubuh. Aplikasi dari Itu dapat tercermin melalui kepekaan sosial yang terbentuk Dalam sebuah komunitas, jika yang satu tertimpa musibah maka yang lainnya akan bisa merasakan penderitaan yang serupa.

            Akibatnya mereka yang diberikan kelapangan harta, ia akan Membantu dengan hartanya, yang memiliki tenaga akan juga Memberikan tenaganya untuk meringankan beban saudaranya. Adapun ciri-ciri orang yang mengamalkan tanbih adalah:

  1. Menyayangi Sesama Manusia

            Dalam kehidupan sosial, kasih sayang merupakan penyangga utama dalam membina keharmonisan. Tanpa kasih sayang, setiap individu dalam sebuah masyarakat akan merasa hidup dalam kesendirian, bahkan tidak jarang hatinya justru menjadi resah, gelisah, atau mungkin merasa terancam. Jauh sebelum konsep masyarakat Marhamah dicanangkan oleh berbagai daerah di Indonesia.

            Pondok Pesantren Suryalaya Dengan berbagai programnya telah mempraktikan konsep Al Qur’an itu dalam ajaran dan kehidupannya. Konsep Marhamah atau masyarakat yang diliputi rasa kasih sayang, semangat saling mencintai serta saling mengasihi sudah menjadi sebuah pemandangan yang biasa terlihat di antara murid-murid Pondok Pesantren Suryalaya.

            Ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya yang mengamalkan Tanbih tidak akan membeda-bedakan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia bagaimanapun keadaannya. Ia hanya Akan merasa senang atau benci karena Alloh semata, bukan Karena hawa nafsu atau karena pandangan duniawinya saja.

            Dengan semangat Tanbih akan tercipta suasana yang harmonis di antara sesama manusia, seperti: pejabat menyayangi rakyat, Rakyat menghargai pejabat, orang kaya melapangkan kesulitan orang miskin, orang pandai mengajari yang kurang pandai, dan Lain sebagainya. Di TQN Pondok Pesantren Suryalaya, masalah Kemiskinan menjadi hal yang upaya pengentasannya diprioritaskan. Penyadaran akan kepedulian terhadap kaum Dhuafa telah sejak Lama ditanamkan oleh sesepuh pesantren kepada para ikhwan Melalui berbagai program kemanusiaan.

            Kaya dan miskin adalah dua saudara kembar yang selalu Ada dalam setiap tatanan kehidupan. Tidak ada yang bisa disebut Kaya, jika tidak ada yang miskin. Seperti halnya pergantian siang Dan malam, keadaan kaya dan miskin juga sudah merupakan Ketentuan Alloh atas diri manusia. Hal yang justru harus lebih ditekankan ialah, bagaimana si kaya bisa berbagi dengan si miskin, Sebagaimana firman  الله‎:

وَا للّٰهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ فِى الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِيْنَ فُضِّلُوْا بِرَآ دِّيْ رِزْقِهِمْ عَلٰى مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُهُمْ فَهُمْ فِيْهِ سَوَآءٌ ۗ اَفَبِنِعْمَةِ اللّٰهِ يَجْحَدُوْنَ

“Dan Alloh melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Alloh?” (QS. An-Nahl 16: Ayat 71)

            Mulai sekarang, ketika kita berniat untuk memberikan sesuatu kepada Fakir miskin, hendaknya tidak terlalu banyak yang dipikirkan. Secara perhitungan logika dan matematika, harta miliknya jelas berkurang tetapi dalam pandangan ukhrowi hal ini justru Sebaliknya. Apa-apa yang kita sedekahkan justru menjadi investasi Yang akan menjadi bekal di kehidupan akhirat kelak. Dalam Al Qur’an surat Al Haqqoh ayat 30-34 Alloh berfirman:

خُذُوْهُ فَغُلُّوْهُۙ ثُمَّ الْجَحِيْمَ صَلُّوْهُۙ ثُمَّ فِيْ سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ الْعَظِيْمِۙ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ 

“Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyalanyala. Kemudian belitlah ia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Alloh Yang Maha Benar. Dan juga dia tidak mendorong orang lain untuk memberi makan Orang miskin.” (Q.S. Al Haqqoh:30-34)

            Oleh karena itulah, di mana pun para ikhwan berada yang Mesti diserukan ialah semangat persaudaraan dan kesatuan atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada  الله‎. Jadilah manusia Yang gemar tolong menolong dalam kebaikan, dan menghindari Kerjasama dalam hal munkarot. Kasih sayang tidak terbatas pada sesama Muslim saja, Kepada orang yang non Muslim kita juga tak boleh melakukan hal Bersandar pada prinsip toleransi seperti yang termuat dalam oleh perasaan se-Akidah, sedangkan terhadap orang non Muslim bersandar pada prinsip toleransi seperi yang termuat dalam Surat Al Kafirun ayat 6:

لَـكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ

 “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

2. Menyambung Tali Silahturahmi

            Sebagian umat Islam, mengartikan Silaturahmi itu hanya Sebatas berkunjung kepada orang-orang yang se-Akidah, berjabat Tangan, lalu pulang ke tempat masing-masing dengan membawa Kesan seadanya. Sebenarnya, pengertian silaturahmi tidak sesempit Itu. Ia merupakan salah satu unsur penting dalam ajaran Islam Yang merupakan perekat sendi berbagai unsur kebaikan. Dengannya Kekuatan Islam menjadi semakin kokoh.

            Orang yang gemar silaturahmi bukan sekadar gemar membalas kebaikan dengan kebaikan, tetapi juga mereka yang rajin membalas kejelekan orang lain dengan Kebaikan. Dalam Tanbih, Syekh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad telah memberi rambu-rambu yang berkaitan dengan persoalan Silaturahmi ini. Beliau mengutip salah satu ayat Al Qur’an:

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَا لتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِ ثْمِ وَا لْعُدْوَا نِ ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar kesucian Alloh, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Alloh, sungguh, Alloh sangat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 2)

            Silaturahmi seperti inilah yang perlu ditingkatkan, bukan Silaturahmi yang hanya sekedar seremonial saja. Dengan Silahturahmi seperti ini maka kebatilan akan dapat ditekan sekecil mungkin, sedangkan kebenaran dan keadilan dapat terus ditingkatkan. Silaturahmi terbentuk dari dua kata yakni dari kata washala, yashilu, shilatan artinya menghubungkan atau menyambung. Dan Rahim bisa diartikan dalam dua makna yakni pertama sebagai Rahim ibu tempat tumbuhnya janin, ini berarti tali kekeluargaan.

            Kedua berasal dari kata rahima, yarhamu, rahmatan yang berarti mengasihi atau menyayangi, maka Rahim berarti kasih sayang, Setiap muslim hendaknya menjadikan segala aktivitas hidupnya mempunyai muatan Silahturahmi. Dia hendaknya mempelopori dalam hal penanaman rasa cinta, saling mengutamakan kasih sayang dan saling memaafkan, serta saling membantu dan saling meringankan beban saudaranya.

            Mengapa hubungan antara sesama manusia begitu penting untuk diperhatikan? Sebab sepanjang hidup manusia tak bisa lepas dari berinteraksi dengan manusia lainnya, inilah yang kemudian menjadikan manusia disebut sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk yang memiliki leluhur yang sama, yakni Nabi Adam As, maka sudah selayaknya jika kita dapat memahami kondisi dan berbagai perbedaan yang ada.

            Semestinya kita memahami, bahwa umat Islam adalah umat yang satu, sebab Tuhannya, kitab sucinya, Nabinya, kiblatnya, bahkan rumpun keturunannya pun satu, yaitu bermuara pada Nabi Adam AS.  الله‎ berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Alloh Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

            Kaum Muslimin pada hakikatnya terikat pada satu kesatuan Akidah yang tegak di atas komitmen Iman dan Takwa. Iman adalah Prinsip dasar yang jika direalisasikan akan menjadikan umat Islam berada dalam satu kesatuan yang erat dalam naungan Syariat Islam. Bagi seorang mukmin tiada ikatan yang lebih kuat Dibanding ikatan akidah. Tiada panggilan yang lebih menggetarkan Dirinya kecuali panggilan Jihad Fi Sabilillah. Tiada aturan yang Dilaksanakan dan ditaati kecuali Syariat Islam. Memang di Antara sesama komponen umat Islam sering terjadi friksi yang Disebabkan oleh perbedaan pendapat antara yang satu dengan Lainnya, tetapi bagi mereka yang benar-benar memahami ajaran Islam, perbedaan itu tidak akan menjadi sumber pecahan melainkan Perbedaan itu adalah sunnatulloh karena tiap manusia diberi Kemampuan berpikir yang berbeda-beda, jadi wajar kalau hasilnya Pun berbeda. Jangan sampai karena perbedaan pendapat menyebabkan antara satu Muslim lainnya menjadi bermusuhan,  apalagi terjadi pertumpahan darah. Ikhwan harus aktif dalam menyambungkan silaturahmi Sebab di dalamnya terkandung dua manfaat.

            Pertama, kelak ia Akan dimasukan ke dalam golongan orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir. Sabda nabi, “Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir hendaklah ia menyambungkan tali Silahturahmi”. Kedua, memperoleh rizki yang luas dan panjang umur, hal ini Sesuai dengan sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wassalam, “Barangsiapa yang ingin Diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia Menghubungkan atau menyambung silaturahmi.”

            Kata menyambungkan pada kedua hadits di atas menyiratkan bahwa silaturahmi Dapat tercapai jika ada pihak yang pro-aktif dalam membangunnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita selalu berupaya Untuk menjaga hubungan silaturahmi, baik dengan kedua orang Tua, saudara-saudara, kerabat maupun dengan saudara seakidah. Jaga jangan sampai hubungan yang sakral ini (silaturahmi) terputus.

            Karena barangsiapa yang berani memutuskan tali silaturahmi Berarti ia telah mendekatkan dirinya pada api neraka. Hal ini Sesuai dengan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wassalam, “Tidak akan masuk surga orang yang Memutuskan (silaturahmi)”.(HR. Bukhari Muslim dari Jubair bin Muth’im).

Share This Article
Leave a comment