oleh: Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
(Mursyid TQN Suryalaya Sirnarasa PPKN Silsilah 38)
Beranjak dari salah satu sabda Nabi Muhammad saw yang hanya satu dan tiada duanya dan jika tidak mau mengerti yang satu ini, yang mana lagi yang mesti kita amalkan. Hadits tersebut ialah:
قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه احمدومسلم والتر مذى والنسائي وابنماجه عن سفيان بن عبد الله الشقفى)
Artinya: “Katakanlah! Aku telah beriman lalu istiqomahlah!” (HR. Ahmad Muslim, Turmudzi, Nasaai, Ibnu Majah, dari Sufyan bin Abdillah Ats-Saqofi, Sohih).
Untuk hanya mengucapkan, “Aku telah beriman”, apa susahnya? Jangankan orang tua atau orang pintar, anak kecil dan orang bodoh. bahkan burung beo pun bisa. Tetapi untuk benar-benar telah memiliki iman atau belum, mesti mengacu kepada apa yang telah ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Ukurannya bukan di ujung lidah dengan kata-kata yang indah dan enak didengar, karena puisi atau deklamasinya atau sajaknya atau nada dan iramanya, tapi mesti ada rujukan yang akurat dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, yaitu berdasarkan wahyu, bukan ro’yu/ pendapat sendiri. Keterangan tersebut sebagaimana tercantum dalam kitab Faidl al-Qodir:
ليْسَ الأَيْمَانِ بِالتَّمَنِّي وَلَا بِالتَّحَلَّىوَلَكِنْ هُوَ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَقَةُالعمل
رواه ابن النجار والديلمي عن انس)
Artinya: “Iman itu bukan hanya harapan yang tak kunjung tiba tamanni dan bukan pula hanya hiasan di ujung lidah, tapi iman itu talah, Sesuatu Yang Tertanam Di Lubuk Hati dan dibuktikan pada amal perbuatan, Harapan yang tak kunjung tiba itu bagi seseorang yang dihadapkan kepada yang sangat tidak dia harapkan, seperti orang kafir menghadapi siksa.”
إِنَّا انْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَرَى كُنْتُ تُرَابًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami (الله) telah memperingatkan kepadamu hai kafir, siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat dengan kedua tangannya. Dan orang kafir itu berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”. (Qs. An-Naba’ ayat 40)
Harapan yang tak kunjung tiba itu, seperti yang dialami oleh orang yang di dunianya larut dengan kesibukan duniawi semata, maka di hari qiyamat mereka akan merasakan penyesalan yang mendalam, sebagaimana firman Allah:
وَحِينَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى يَقُولَيَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ الحَيَاتِي.
Artinya: “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahannam, dan pada hari itu juga ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dan dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan amal sholeh untuk kehidupanku sekarang ini” (Qs. Al Fajri: 23-24).
Penyesalan seperti itu pun akan dirasakan oleh orang beriman yang imannya hanya di ujung lidah sampai tenggorokan, tidak sampai ke hati. Penyesalannya nanti ketika nafasnya mandeg di tenggorokan. Semua aktivitas telah sirna dari semua anggota tubuhnya, maka saat itulah dia akan meratap kepada siapa meminta pertolongan untuik menunjukkan jalan ke tempat asal yaitu kepada الله.
Pada jaman nabi Muhammad saw, iman itu tidak hanya di mulut, di lidah dan di bibir, tapi ditanamkan ke dalam hati para shahabat. Seperti dijelaskan pada hadits tadi. Iman adalah sesuatu yang tetap/ tertanam kuat di dalam hati. Dengan jelas الله membantah orang Arab:
قَالَتِ الأَعْرَابُ آمَنا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيْمَانُ فِيقُلُوْبِكُمْ.
Artinya: “Telah berkata orang Arab itu, bahwasanya kami telah beriman. Katakanlah Muhammad! Kalian belum beriman, tapi baru Islam, karena iman belum masuk ke dalam hatimu”. (Qs. Al Hujurot ayat 14)
Pertanyaannya, bagaimana agar iman masuk ke dalam hati jangan hanya cuap-cuap di mulut seperti orang munafiq? Pertanyaannya lagi, memang orang munafiq hanya cuap- cuap di mulut? Apabila ingin tahu itu, inilah firman Allah:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ.
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada الله dan hari qiyamat/ hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman’.” (Qs. Al Baqoroh: 8)
Maasyaallah, berkumat-kamit bibir sampai berbusa mulutnya, mengatakan demikian, boleh-boleh saja. Tapi الله SWT mengatakan dengan sesungguhnya, bahwa dia belum beriman, malah dinyatakan bukan orang beriman.
Kelebihan Abu Bakar as- Shiddiq dari yang lainnya adalah karena sesuatu yang mengendap/ mengeras di dalam hatinya, sebagaimana sabda Rosululloh saw dari Allah:
ما فَضَّلَكُمْ أَبو بكر بكثرة صوم ولا صلاةبل بني وقرى قلبه
“kelebihan yang dimiliki Abu Bakar bukan karena banyak shoumnya dan sholatnya, tapi kelebihannya itu dengan sesuatu yang telah mengendap dan sampai mengeras di dalam hatinya”. (Miftahus Shudur, 14)
Sabda Rosul ini tidak mengeramangan bahasa iman pernyataan melalui lisan dan buktinya dengan amal perbuatan, karena ketiga-tiganya harus ada kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
الإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلُ بِالنِّسَانِوَعَمَلُ بِالْأَرْكَان
رواه ابن ماجه والطبراني
Artinya: “Iman adalah ma’rifat dengan hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan karya nyata” (HR. Ibnu Majah dan At-Thobroni dari Ali RA)
Membuktikan iman dengan perbuatan banyak yang mampu, apalagi hanya mengucapkan, tapi untuk memiliki iman secara bathiniyah, seperti Abu Bakar as Shiddiq tadi, pasti harus ada yang mengajarkan dan menanamkan ke dalam hati, karena yang dimaksudkan dengan bathin itu adalah hati. Tidak akan bia masuk ke dalam hati ranpa perantaraan seorang ahlinya yaitu melalui talqin.
hampir dekat dengan ta’lim yang artinya mengajarkan. Nabi Muhammad saw pun menerima pengajaran Allah melalui kalam-Nya, yaitu malaikat Jibril as ketika di Gua Hiro, sebagaimana firman-Nya:
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَم يَعْلَمُ
Artinya: “Yang mengajarkan dengan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia yang belum mengetahui”. (Qs. Al‘Alaq: 4-5)
Yang dimaksud dengan kalam pada ayat tersebut adalah lisan malaikat Jibril as. Bukan kalam yang selalu dipegang dengan tangan manusia.
Lisan malaikat Jibril, adalah kalam الله untuk Nabi Muhammad saw sedangkan kalam الله untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada para shahabat adalah lisan Nabi Muhammad saw dan kalam الله untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada para pengikut Nabi Muhammad saw adalah lisan-lisan orang-orang ma’rifat kepada الله/ para mursyid.
لسَانُ الْعَارِف فَلَمْ يَكْتُبُ بِهفي الوَاحِ قُلُوْبِ الْمُرِيدِينَ فَرُبَّمَا كَتَبَ فِي مَا لَم تَعْلَمُ . مَعْنَاهُ وبيانه لَوْحٍ قَلْبِكَ .عِندَ ظُهُورِ آياته
Artinya: “Lisan ahli Ma’rifat adalah kalam الله untuk menulis/menetapkan sesuatu didalam hati para murid yang seumpama papan tulis”. (Syeikh Daud Al-Kabır bin Makhola ra)
Malah ada kalanya kalam الله tersebut menuliskan ke dalam hatimu sesuatu yang kamu tidak mengetahui maknanya dan penjelasannya ketika nampak jelas tanda-tandanya kebesarannya, baik secara tanziliyyah maupun secara kauniyyah. Tanziliyyah maksudnya adalah sesuatu yang turun ke dalam hati berupa ilham, sedangkan kauniyah merupakan kejadian yang aneh yang tidak diduga-duga sebelumnya, berupa karunia dhohir.
Syeikh Daud juga menjelaskan bahwa:
لِلسِّرِّ لِسَانٌ وَلِلرُّوْحِ لِسَانٌ وَلِلْقَلْبِ السَانُ وَالْعَقْلَ لِسَانٌ
Artinya: “Rasa itu punya lisan, ruh juga punya lisan dan ‘aqal juga punya lisan”. (At-Thobaqotul kubro/1/191)
Dari ayat 8 sampai ayat 20 surat Al-Baqoroh menjelaskan tentang keberadaan orang-orang munafiq, sifat-sifat serta perilakunya. Itu dikarenakan keimanannya sebatas lidah dan bibir serta panca indera.
sebagai bukti penipuannya kepada الله dan kepada orang-orang beriman. Mereka dinyatakan oleh Allah:
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
Artinya: “Mereka itu tuli/ tidak mendengar, bisu/ tidak dapat berbicara dan mereka itu butal tidak dapat melihat”. (Qs. Al Baqoroh: 18)
Jelas sekali bahwa yang tuli, bisu dan buta itu bukan panca inderanya, tapi hatinya. Mereka merasa telah punya iman padahal belum. Mereka memperelok, mempercantik, memperhalus serta mempesona dalam berbicara padahal hatinya kosong dari kekuatan iman. Inilah salah satu ciri orang munafiq. Mereka memperkokoh kekuatan di luar, sedangkan hatinya kosong. Itulah maka الله menetapkan mereka sebagai penipu الله.