KEDUDUKAN THORIQOH DALAM SYARI’AT ISLAM

admin111
admin111
4 Min Read

Oleh: Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
(Pengasuh Penghulu Pesantren Ketahanan Nasional Sirnarasa)

Sampai dunia memasuki Abad 21 M, ternyata masih banyak umat Islam yang masih asing mendengar kata torekat. Mereka beranggapan bahwa torekat adalah bentuk ajaran baru dalam agama Islam yang tidak ada dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi saw. Yang lebih fatal lagi, di antaranya ada yang menganggap torekat sebagai ajaran sesat yang akan merusak sendi-sendi ajaran Islam.

Kenyataan tersebut tentu saja sangat memprihatinkan. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sudah tidak utuh lagi diterima oleh umat. Warisan pengaruh penjajah yang dimotori oleh misionaris seperti Snouck Hurgronje dan Van der Plas telah merusak prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Parahnya lagi, sebagian yang berpredikat ‘kyai’ turut mendukung penyimpangan ajaran Islam ini.

Dalam tanya jawab ini, akan dikupas mengenai kedudukan torekat dalam syariat Islam.

- Advertisement -

Tanya: Sejauh mana hubungan antara tashawuf dengan syariat Islam?
Jawab: Apabila ada pertanyaan seperti itu, berarti ada jarak antara keduanya. Perlu diketahui bahwa tashawuf ada di dalam Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam, untuk orang Islam dan untuk seluruh manusia. Kata “sejauh mana” berarti menunjukkan ada jarak antara tashawuf dengan Islam. Bahkan, jangankan jauh, jika hanya “nempel” pun berarti belum menyatu. Kalau hanya “nempel”, bisa lepas. Tashawuf dengan Islam itu seperti kepala dengan badan, atau seperti gula dengan manisnya, atau seperti garam dengan asinnya.

Syeikh Zaruq ra berkata dalam kitabnya Iqod al-Himam halaman 9, yang artinya:
“Nilai tashawuf dalam agama Islam adalah seperti nilai ruh terhadap jasad, karena maqamnya adalah maqam Insan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw kepada Jibril bahwa ibadah kepada Allah hendaknya seakan-akan melihat-Nya.”

Lebih jelas lagi jika kita melihat syariat dalam arti luas yang memiliki tiga dimensi yang sama pentingnya, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Muslim dalam Sahih Muslim Juz I, yang artinya:
“Wahai Muhammad, ceritakan kepadaku tentang Islam!” Rasul menjawab: “Hendaklah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu.” “Ceritakan kepadaku tentang iman.” Rasul menjawab: “Hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan hendaklah kamu beriman dengan ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk.” “Ceritakan kepadaku tentang Ihsan.” Rasul menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.”

Islam mempunyai lima penyangga (rukun): syahadat, salat, zakat, puasa Ramadan, dan haji. Sedangkan iman memiliki enam penyangga (rukun) yang harus diyakini, yaitu: Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir. Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang ilmu fikih. Dimensi keimanan dibahas secara mendalam dalam buku-buku ilmu tauhid dan ilmu kalam. Sedangkan dimensi Ihsan diulas secara lebih mendalam dalam buku-buku ilmu akhlak dan tashawuf.

Syariat Islam yang semula sangat sederhana (sebagaimana dialog interaktif antara malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad saw) telah berkembang menjadi khazanah ilmu keislaman yang sangat luas, bahkan berkembang menjadi berbagai mazhab (untuk ilmu fikih), firqah (untuk masalah akidah), dan torekat (jalan pengamalan untuk ilmu tashawuf).

Oleh karena itu, tidaklah sempurna keislaman kita tanpa ilmu tashawuf. Perjalanan keislaman kita dianggap mati karena tiada ruhnya. Dengan dasar hadis itulah, maka mempelajari ilmu tashawuf hukumnya wajib. Sangat tepat julukan yang diberikan kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani sebagai “Penghidup Agama dan Pembunuh Bid’ah.”

(Kitab At-Thoriq Illalloh: 11 karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Share This Article
Leave a comment