Oleh: Dr. K.H. Akbar Mardani
(Wakil Talqin Pangersa Abah dari Bogor)
Rumah tangga memiliki perbedaan makna yang signifikan dengan tangga rumah. Mendapatkan tangga rumah amat mudah dan murah, sementara membangun rumah tangga adalah sulit dan membutuhkan kesungguhan usaha.
Para ulama sepakat bahwa rumah tangga adalah basis utama kebahagiaan seseorang. Rumah tangga adalah sekolah pertama bagi setiap manusia pada umumnya. Kedua orang tuanya adalah guru pertama baginya.
Bisa dibayangkan jika sekolahnya tak terurus dan gurunya tak berkualifikasi sebagai guru yang baik dan benar, bagaimana jadinta manusia yang lulus dari sekolah macam ini.
Karenanya maka para ulama banyak menasehatkan kepada kita untuk membangun keluarga atau rumah tangga yang baik dan bahagia. Pilar utamanya adalah pasangan suami isteri yang akan menjadi guru pendidik di dalamnya. Jika baik bahagia semuanya, maka rumah tangga semacam ini akan memiliki tangga lurus menuju ridlo الله subhanahu wa ta’ala.
Berkaitan dengan pasangan atau jodoh terbaik, ada kisah menarik untuk direnungkan. Syeikh Hasan Basri pernah ditanya oleh seorang lelaki : “Syeikh, puteriku dilamar beberapa laki-laki. Saya harus milih yang mana?” Beliau menjawab : “Kawinkan dengan yang paling taqwa di antara mereka, sebab orang yang takwa ketika mencintai anakmu, dia akan memuliakan anakmu, dan jika tidak suka pada anakmu, minimal dia tidak akan menzholimi anakmu.”
Hikmah kisah ini ada beberapa poin : Pertama, bagi orang tua, carilah menantu yang hatinya kaya akan nilai-nilai agama. Kaya harta itu bukan pertimbangan utama;
Kedua, bagi yang sedang mencari jodoh, jangan dahulukan tampilan fisik sebagai pertimbangan, tapi sikap dan perilaku keberagamaannya yang harus engkau jadikan rujukan;
Ketiga, bagi yang sudah memiliki pasangan, jadilah pribadi yang bertaqwa.
Ini memang klasik, tapi saya yakin tetap berlaku sampai kapanpun serta akan selalu jitu dan aktual diperbincangkan, terutama dalam masyarakat modern yang galau atas nama salah pilih dan lain sebagainya.