Oleh: K.H. Luqman Kamil Ashiddiq, S.Pd.I.
(Wakil Talqin Pangersa Abah dari Cimahi)]
Untuk menjadi seorang murid shoddiq Guru Mursyid tidaklah mudah karena mesti meninggalkan kata cape dalam ittiba, meneladani Guru Mursyid.
Guru Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya silsilah ke 38, Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Quthb Ash-Shomadani Al Mahdi ra pernah memberi taujihatnya kepada pembantu khusus beliau. Diantara taujihatnya adalah sebagai berikut: “Jika ingin jadi murid pandai dan sukses dalam suluk thoriqoh maka jangan melakukan sedikitnya 5 hal ini:
- ULAH MENTA (Jangan minta)
- ULAH HAYANG (Jangan ingin)
- ULAH NANYA (Jangan nanya)
- ULAH NGAKU (Jangan mengaku)
- ULAH PROTES (Jangan protes)
- ULAH MENTA
Penjelasan:
Saat memutuskan berguru, bersabar menjalani apa yang ada, yang telah diterima dari Guru. Selalu menunggu dan bersikap se-dikasihnya Guru saja. Apa yang sudah dikasihkan ( baca: ijazah ) secara umum, diamalkan.
Jangan suka minta amalan-amilun lainnya !
Kepada Syeikh Mursyid saja tidak boleh meminta amalan-amilun apalagi kepada sesama murid.
Rumus-nya adalah amalkan ilmu/amalan yang sudah tersedia dari Guru untuk datang ilmu dan atau amalan yang tidak ada/yang belum ada. Guru amat tau kapan saatnya menambah/mengurang menu ilmu/amalan muridnya.
Guru Mursyid adalah dokter ruh. Semua murid adalah pasien. Hanya dokter saja yang sangat faham terhadap tindakan pengobatan dan yang berhak mengeluarkan resep obat.
Dalam bab ilmu/amal saja seorang murid jangan meminta apalagi soal materi (harta/duit). Haram hukumnya murid meminta apalagi membebani Guru secara materi sebaliknya wajib bantu meringankan. Kalau belum bisa meringankan jangan memberatkan/menyusahkan Guru.
Rosululloh SAW bersabda:
… وَلَا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسْأَلَةٍ إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ
( رواه الترمذي )
“Tidaklah seorang hamba dibukakan pintu meminta (suka meminta-minta ) kecuali اللّٰه bukakan baginya pintu kefaqiran.” (HR. Tirmidzi)
Dari Auf bin Malik Al-Asyuja’i beliau berkata:
قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ؟ قَالَ: عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَتُطِيعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلَا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا
“Kami telah berbai’at kepadamu wahai Rosulalloh, namun apa saja perjanjian yang wajib kami pegang dalam bai’at ini ? Rosululloh bersabda: ” Wajib bagi kalian untuk ibadah kepada اللّٰه semata dan tidak menyekutukan اللّٰه dengan sesuatu apapun, menegakan sholat lima waktu, taat kepada pemimpin” , lalu beliau melirihkan perkataannya,.. “dan tidak meminta-meminta kepada orang lain suatu apapun”. (HR. Muslim)
- ULAH HAYANG
Penjelasan:
Perjalanan seorang murid telah diatur oleh Guru Mursyidnya. Guru yang paling tau apa dan kapan seorang murid mendapatkan sesuatu untuk memudahkan perjalanannya dalam suluk. Jangan banyak keinginan, apalagi menginginkan milik orang lain/ menginginkan milik murid yang lain. Itu tanda murid rakus/tamak. Hal ini berlaku dalam urusan jasmaniyah maupun ruhaniyah (urusan dunia maupun urusan akherat).
Rosululloh SAW bersabda:
مَاذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
“Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat rakus manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.” (HR.Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban, Thobroni)
Sekali lagi, semua sudah diatur dan ditetapkan semuanya oleh-Nya .
Bagi para pesuluk dalam thoriqoh, semua yang terjadi, dan menimpa kehidupan murid, semua sudah dalam pengaturan Syeikh Mursyid-nya.
Belajar bersabarlah menerima, menjalani semuanya. Itu semua untuk kelulusan dan kenaikan pangkat keruhanian murid.
Rosululloh SAW bersabda:
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا
Ada tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan .
Adapun tiga perkara yang membinasakan:
- Bakhil dan rakus yang ditaati ,
- Syahwat nafsu (keinginan) yang selalu diikuti, dan
- Seseorang yang membanggakan dirinya (‘ujub).
Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan:
1. Takut kepada اللّٰه dalam kesunyian dan keramaian.
2. Sederhana ketika dalam kekurangan dan ketika kaya.
3. Bersikap adil ketika dalam (keadaan) marah dan ridho.
(HR. Ibnu Abbas, Abu Huroiroh, Abdulloh bin Abi Aufa dan Ibnu Umar ra dari Anas)
Pada kesempatan yang lain Tuan Syeikh memberikan nasihatnya kepada pembantu khusus tentang ulah hayang. Diantaranya:
Kahiji : “Ulah sok hayang batur asih ka urang … Bisi eweuh … Tugas urang asih ka batur …”
(Pertama: jangan suka ingin orang lain sayang kepada kita , khawatir tidak ada, tugas kita sayang/menyayangi orang lain)
Kadua: “Ulah sok hayang diajenan ku batur … Bisi euweuh … Tugas urang ngajenan ka batur …”
(Kedua : jangan suka ingin dihargai orang lain, khawatir tidak ada, tugas kita menghargai orang lain)
Katilu: “Ulah sok hayang dipikolot ku batur … Bisi euweuh … Tugas urang mikolot ka batur…”
(Ketiga: jangan suka ingin di-tua-kan orang lain, khawatir tidak ada, tugas kita me-nua-kan orang lain)
Kaopat: “Ulah sok hayang batur bageur ka urang …Bisi euweuh … Tugas urang bageur ka batur …”
(Keempat: jangan suka ingin orang lain baik/berbuat baik kepada kita, khawatir tidak ada, tugas kita baik/berbuat baik kepada orang lain)
Kalima: “Ulah sok hayang batur ngarti ka urang … Bisi euweuh , tugas urang ngarti ka batur …”
(Kelima: jangan suka ingin orang lain mengerti kepada kita, khawatir tidak ada, tugas kita mesti mengerti terhadap orang lain)
- ULAH NANYA
Penjelasan:
Kalau belajar ilmu lahir/ilmu Syariat, makin banyak tanya makin pandai. Sebaliknya, belajar ilmu batin/ilmu thoriqoh-hakekat, tidak banyak tanya semakin pandai.
Kunci kepandaian, jalan untuk memperoleh kedalaman ilmu batin, tentang hakekat diri dan Alloh, yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan dan diamalkan/dicontohkan Guru.
Ikut, turut Guru saja. Segala pertanyaan akan ketemu jawaban hanya dengan ketaatan dalam mendawamkan amalan Guru. Bersabarlah untuk tidak bertanya dan menemukan jawaban sendiri dengan karomah Guru, itulah kunci rahasia kesuksesan murid.
Frman اللّٰه :
قَالَ فَإِنِ ٱتَّبَعۡتَنِي فَلَا تَسۡئَلۡنِي عَن شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ أُحۡدِثَ لَكَ مِنۡهُ ذِكۡرًا
“Dia (Khidir) berkata, “Jika engkau ikut aku, maka jangan engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (QS. Al-Kahf/18: Ayat 70)
Firman اللّٰه :
… أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“…mereka berkata, kami mendengar dan kami taat. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur/24: Ayat 51)
Rosululloh SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
“Dari Abu Huroiroh ra berkata, aku mendengar Rosululloh SAW bersabda: Apa saja yang aku larang terhadap kalian maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak mempermasalahkan (rewel) dan menentang Nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)
- ULAH NGAKU
Penjelasan:
Segala anugerah yang diterima murid — istiqomah dalam suatu amaliyah, kemuliaan, kasyaf, limpahan ilmu — jangan pernah diakui hasil jerih payah kerja sendiri.
Semua adalah tumpahan, limpahan karomah dan berkah dari Guru Mursyid. Kalau bukan karena permintaan para kekasih-Nya ke Hadrot اللّٰه , tidak akan ada semua keutamaan-keutamaan dalam perjalanan.
Segala aib-aib murid ditutupi oleh kemulyaan Guru, rapat-rapat. Demikian, murid terbawa mulia. Sayyid Ibnu Athoillah berkata dalam kitab Hikam :
لَوْ لَا جَمِيْلُ سِتْرِهِ لَمْ يَكُنْ عَمَلٌ أَهْلًا لِلْقَبُولِ .
“Jikalau tidak ada indahnya penutup dari Syeikh Mursyid-mu niscaya tidak ada amal yang layak untuk diterima (oleh اللّٰه SWT).”
Firman اللّٰه :
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَنْ يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعٰلَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat (menempuh perjalanan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh اللّٰه , Tuhan seluruh alam.” (QS. At-Takwir/81: Ayat 29)
Firman اللّٰه :
… وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللَّهَ رَمٰى ۚ …
“…dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar , tetapi اللّٰه -lah yang melempar …” (QS. Al-Anfal/8: Ayat 17)
Firman اللّٰه :
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ ۚ ….
“Apa saja yang menimpamu berupa kebaikan adalah dari اللّٰه dan apa saja yang menimpamu berupa keburukan, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri…” (QS. An-Nisa/4: Ayat 79)
Firman اللّٰه :
… قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللَّهِ …
“Katakanlah, semuanya ini dari sisi اللّٰه …” (QS. An-Nisa/4: Ayat 78)
Kenapa Pangersa Guru Agung kita mendidik semua muridnya jangan ada pengakuan diri walaupun sudah banyak berbuat baik ? Karena memang semuanya ” OLEH اللّٰه .” Sebagaimana firman-NYA:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“dan اللّٰه -lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat .” (QS. As-Shoffat/37: Ayat 96)
Syeikh Abdul Wahhab As-Sya’roni ra berkata:
وَمِنْ شَأْنِهِ أَنْ لَا يَرَى أَنَّهُ كَافِأُهُ أُسْتَاذَهُ وَلَوْ خَدَمَهُ أَلْفَ عَامٍ وَ أَنْفَقَ عَلَيْهِ الْأُلُوْفَ مِنَ الْمَالِ
“Termasuk etika seorang murid terhadap gurunya adalah seorang murid hendaknya tidak merasa telah membalas jasa gurunya meski ia telah mengabdi selama seribu tahun dan telah memberikan beribu-ribu harta benda kepada Gurunya”.
وَمَنْ خَطَرَ بِبَالِهٖ بَعْدَ ذٰلِكَ أَنَّهُ قَابِلُهُ بِشَيْئٍ فَقَدْ خَرَجَ عَنِ الطَّرِيْقِ وَ نَقَضَ الْعَهْدَ
“Dan barangsiapa yang setelah itu (melayani gurunya dengan jiwa, raga, dan hartanya) terlintas di benaknya bahwa ia telah mampu membalas dengan sempurna jasa-jasa gurunya, maka sungguh ia telah keluar dari jalan yang benar, dan telah merusak janji setia (bai’at) terhadap gurunya.”
Sumber: Kitab Al-Anwar Al-Qudsiyah halaman, 112.
- ULAH PROTES
Penjelasan :
Bersiap-siaplah. Akan banyak pergolakan batin — pikiran dan perasaan — sepanjang perjalanan.
Akan banyak ditemui ucapan, tindakan, dan ketetapan Guru yang secara kasat mata nyeleneh. Bertentangan dengan pengetahuan umumnya. Simaklah perjalanan Nabi Musa AS saat berguru pada Nabi Khidir AS. Seorang Syeikh, اللّٰه anugerahi penglihatan yang tak terlihat orang lain, pendengaran yang tak terdengar orang lain. Penglihatan dan pendengarannya melampaui indera lahir, menjangkau, dan tak terlipat ruang dan waktu.
قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ الْجُنَيْدُ الْبَغْدَادِيُّ : لَمَّا أَرَادَ صُحْبَةَ الْخِضِر حَفِظَ شَرْطَ الْأَدَبِ فَاسْتَأْذَنَ أَوَّلًا فِي الصُّحْبَةِ ثُمَّ شَرَّطَ عَلَيْهِ الْخِضْرُ أَنْ لَا يُعَارِضَهُ فِيْ شَيْءٍ وَلَا يَعْتَرِضُ عَلَيْهِ فِيْ حُكْمٍ ثُمَّ لَمَّا خَالَفَهُ مُوْسٰى عَلَيْهِ السَّلَامُ تَجَاوَزَ عَنْهُ الْمَرَّةُ الْأُوْلَى وَالثَّانِيَةُ، فَلَمَّا صَارَ إِلَى الثَّالِثَةِ وَالثَّلَاثُ آَخَرُ حَدُّ الْقِلَّةِ وَأَوَّلُ حَدِّ الْكَثْرَةِ سَامَهُ الْفِرْقَةِ. فَقَالَ : ” هٰذِهِ بَيْنِىْ وَبَيْنَكَ”
(سُوْرَةُ الْكَهْفِ: ٧٨)
“Syeikh Al-Imam Junaid Al-Baghdadi berkata, “Ketika Musa ingin berguru kepada Khidir, beliau menjaga syarat-syarat adab. Pertama, mohon izin dalam berguru, kemudian Khidir memberi syarat kepada nya agar tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak mengajukan protes atas keputusannya. Namun ketika Musa, mulai kontra terhadapnya, dibiarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi ketika kontra ketiga kalinya dan yang ketiga merupakan batas minimal dari jumlah banyak dan awal dari batas banyak maka terjadilah perpisahan, Khidir berkata. “Inilah perpisahan antara aku dan kamu.”(QS. Al-Kahfi: 78)
سَمِعْتُ الْأُسْتَاذَ أَبَا عَلِى الدَّقَاقِ رَحِمَهُ اللّٰهُ يَقُوْلُ: بَدْءُ كُلِّ فِرْقَةٍ الْمُخَالَفَةُ يَعْنِيْ بِهِ : أَنَّ مَنْ خَالَفَ شَيْخَهُ لَمْ يَبْقَ عَلٰى طَرِيْقَتِهِ وَانْقَطَعَتْ الْعَلَقَةُ بَيْنَهُمَا وَإِنْ جَمَعْتُهُمَا الْبَقْعَةُ، فَمَنْ صَحَبَ شَيْخًا مِنَ الشُّيُوْخِ ثُمَّ اِعْتَرَضَ عَلَيْهِ بِقَلْبِهِ فَقَدْ نَقَضَ عَهْدَ الصُّحْبَةِ وَوَجَبَتْ عَلَيْهِ التَّوْبَةُ عَلٰى أَنَّ الشُّيُوْخَ
“Musonif berkata, aku mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqoq berkata, ” Awal segala perpisahan antara murid dan Mursyid adalah pertentangan. Yakni, orang yang menentang Mursyidnya berarti ia tidak menetapi thoriqoh-nya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah dan ruangan. Barangsiapa yang berguru kepada salah satu Murysid, kemudian dalam hatinya ada pertentangan, maka janji pertalian guru dan murid telah rusak, dan wajib kepadanya untuk bertaubat pada gurunya.”
Al Imam Al Habib Ali bin Hasan Al Alatas mengatakan dalam kitab At Tahdzib :
“عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ تَمْحُوْهُ التَّوْبَةُ
وَعُقُوْقُ الْاُسْتَاذِ لَا يَمْحُوْهُ شَيْءٌ اَلْبَتَةً”.
” Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat , tapi durhaka kepada gurumu tidak ada satupun yang dapat menghapusnya “.
Al Habib Abdulloh Al Haddad berkata :
“Paling bahayanya bagi seorang murid , adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridho kembali kepadanya “. (Kitab Adab Sulukil Murid) .
Nabi Musa as adalah contoh murid yang gagal mengikuti gurunya (Khidir as) karena banyak protes.
Protes itu sama dengan membangkang. Membangkang terhadap Syeikh Mursyid bisa menyebabkan perpisahan. Musibah terbesar bagi seorang murid/salik adalah berpisah dengan Syeikh Mursyidnya.
Ya , berpisah didunia juga akan berpisah diakherat. Na’udzubillahi min dzalik.
Sabda Rosululloh SAW:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa yang taat kepada-ku berarti ia taat kepada اللّٰه dan barangsiapa yang durhaka kepada-ku berarti ia durhaka kepada اللّٰه Dan barangsiapa yang taat kepada amir-ku (Syeikh Mursyid) berarti ia taat kepada-ku dan barangsiapa yang durhaka kepada amir-ku (Syeikh Mursyid) berarti ia durhaka kepada-ku (HR. MUSLIM dari ABU HUROIROH)
واللّٰه اعلم