GHIBAH [غبة] adalah salah satu di antara dosa sosial terbesar manusia. Dosa adami yang hanya bisa diampuni melalui ampunan dari orang yang di-ghibahi.
Umum memaknai Ghibah sebagai kegiatan ‘membicarakan keburukan orang lain di belakang orang-nya’. Dalam tradisi kesufian dan bagi Pecinta Kesucian Jiwa, Ghibah itu terjadi jauh sebelum membicarakan keburukan-nya, yakni, sejak berpikir dan berperasaan buruk kepada orang lain –bahkan kepada ALLOH dan para Kekasih-NYA.
Ketika hati dan pikiran kotor, dengan berburuk sangka kepada orang lain [سؤ الظن], maka sungguh ia telah terjatuh ke lembah dosa Ghibah. Oleh karena-nya, para Pecinta Kesucian Jiwa sejak di alam pikiran dan perasaan, harus terjaga bersih, dengan slalu berbaik sangka kepada orang lain.
Telah Tuan Syeikh tetapkan, Ghibah merupakan alat ukur kesucian jiwa seorang murid/Ikhwan. Kalau seorang murid/Ikhwan masih betah ber-Ghibah terhadap orang lain apalagi sesama murid Tuan Syeikh, maka itu tanda jiwa-nya masih kotor, penuh dengan lumur noda keburukan.
Tanda seorang murid/Ikhwan telah meraih kedudukan tertinggi dalam kesucian jiwa, ia berhenti dari perbuatan Ghibah. Jika pun ia terjatuh dalam Ghibah, ia menyegerakan dirinya memohon ampun kepada Syeikh-nya, sekaligus memohon perlindungan agar terhindar dari serangan penyakit adami yang mencelakakan itu.
Cara terbaik membersihkan, menghentikan dan melindungi diri dari Ghibah ialah dengan memperbanyak dzikir [ذكر الله]. Semakin banyak dzikirnya maka semakin bersih dan terjaga pikiran dan perasaan dari noda-noda keburukan yang merusak jiwa. Semakin banyak dzikirnya semakin baik dan terjaga positif prasangkanya.
Haturterimakasih seluas jagat raya kepada Pangersa Abah yang telah menginstalasi alat pencuci noda Ghibah, semoga ALLOH berkahi kita semua dengan kesucian jiwa yang sempurna, bikaromah Pangersa Abah al Faatihah. Aamiin.
Salam Cinta,
KH Budi Rahman Hakim al Khoolish, MSW., PhD. [Pembantu Khusus ABAH AOS]