Tafsir Zhahir Qs. Al Baqarah Ayat 124: Balasan اَللّهُ untuk Kesabaran dan ketaatan

Panji Makalalag
Panji Makalalag
4 Min Read

Oleh: Dr. K.H. Ahmad Rusydi Al Wahab, MA.
(Wakil Talqin Syaikh Mursyid dan Ketua Madrosah+Roudhoh Jakarta Raya)

وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. اَللّهُ berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. اَللّهُ berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.

Semua ujian yang berupa perintah dan larangan اَللّهُ dapat dilaksana dan dilalui dengan baik, maka balasan dari kesabaran dan ketaatan Ibrahim adalah pengangkatannya sebagai pemimpin. Para ulama memberikan penjelasan maka Imamah (pemimpin) dalam ayat ini dengan beberapa makna:

- Advertisement -

a. Al-Nawawi al-Jawi (1314 H) dalam tafsir Marah Labid menafsirkan kata “pemimpin” adalah seorang yang menjadi suri tauladan, tidak ada nabi setelahnya kecuali berasal dari keturunannya.

b. Al-Nasafi (701 H) dalam tafsir Al-Nasafi menafsirkan, “Seorang yang perbuatannya diikuti oleh generasi setelahnya.”

c. Ibnu Katsir (774 H) dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, “Suri tauladan dalam tauhid kepada اَللّهُ dan ketaatan atas perintah perintah-Nya.”

d. Fakhr al-Din al-Razi (604 H) dalam Tafsir al-Kabir menafsirkan, “Janji اَللّهُ untuk menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin telah terbukti sehingga semua pemeluk agama dan penyembah berhala memuliakan Ibrahim. Dan, cara umat Islam memuliakannya dengan membaca selawat Ibrahimiyyah di akhir bacaan tahiyat.”

Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas: اَللّهُ menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin dan suri tauladan untuk seluruh manusia dalam ketauhidan dan akhlak. Sedangkan dari segi keturunan, اَللّهُ memuliakannya dengan menjadikan bapak monoteisme (bapak semua agama samawi) karena para nabi dan rasul setelahnya mempunyai nasab (garis keturunan) sampai kepada Ibrahim.”

Setelah Allah memberikan kemuliaan pemimpin’ kepada Ibrahim, beliau bertanya bagaimana dengan keturunannya? Ibnu Athiyyah al-Andalusi dalam tafsir al-Muharrar al-Wajiz menjelaskan pertanyaan Ibrahim, “Bagaimana dengan keturunanku, apakah Engkau akan memberikan kemuliaan ini kepada mereka?” Danاَللّهُ azza wa jalla menjawab dengan tegas, “Janji-Ku (in) tidak berlaku atas orang yang zalim” (al-Baqarah: 124)

Para ulama tafsir menjelaskan makna dari jawaban اَللّهُ ini Al- Zamakhsyar (538 H) dalam tafsir al-Kasyaf berkata, “Kepemimpinan hanya diberikan kepada orang-orang yang adil (udak melakukan kefasikan- kemungkaran).” Nawawi al-Jawi dalam Tafsir Marah Lahid berkata, “Al-Imamah (kepemimpinan) yang dimaksud adalah kenabian, dan kemulian itu hanya diberikan kepada orang yang adil dan tidak melakukan kemaksiatan.” Al-Nasafi dalam Tafsir al-Nasafi menjelaskan, “Orang kafir tidak bisa menjadi pemimpin dan panutan bagi orang muslim. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, “Keturunan Ibrahim ada yang saleh dan ada yang zalim. Keturunan yang saleh akan menjadi pemimpin atau nabi, sedangkan keturunan yang zalim tidak patut menjadi pemimpin.” Fakhr al-Din al-Razi dalam Tafsir al-Kabir berkata, “اَللّهُ memberitahu kepada Ibrahim bahwa di antara keturunannya ada yang zalim, dan mereka tidak berhak mendapatkan kenabian dan kepemimpinan.” Berdasarkan ayat inilah Ibnu Zubair (73 H) dan Husain bin Ali (61 H) tidak mengakui kepemimpinan Yazid bin Muawiyyah (64 H). Begitu pula sebagian ulama Irak tidak mengakui kepemimpinan Hajjaj (95 H)

Menurut Al-Märaqi (1371 H) dalam Tafsir al-Maraqi, “Pemimpin sejati (al-imamah al-shälihah) adalah orang yang memiliki hati yang bersih sehingga kebijakan yang dikeluarkan berorientasi kepada kemaslahatan rakyatnya. Hati yang bersih tidak dimiliki oleh orang zalim maka kemimpinan tidak pantas diberikan.

Dikutip dari buku 38 Kisah Al-Qur’an dalam Bingkai Tashowwuf Jilid II karya Penulis.

Share This Article
Leave a comment