TQN PP SURYALAYA & AGENDA PERADABAN DUNIA ABAD 21 (Bagian 3)

admin111
admin111
6 Min Read

Oleh :
K.H. Budi Rahman Hakim, MSW., P.h.D. (Abah Jagat Al Khoolish)
[Wakil Talqin dan Pembantu Khusus ABAH AOS]

Mendapat karunia Dzikir itu Nikmat Paling Agung. Tidak semua orang memperolehnya. Pangersa Guru Agung tegas menyatakan, merujuk pada Sabda Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, “Tidak satu hari pun Alloh yang tidak menurunkan Nikmat. Beragam nikmat Alloh turunkan, bermilyar-milyar orang menerima nikmat yang berbeda-beda. ‘Dan tidak ada nikmat yang paling Agung yang Alloh anugrahkan selain Alloh mengilhamkan kepada seseorang kemauan/keinginan berDZIKIR.’ Catat, tidak ada yang se-Agung dimaukannya seseorang belajar Dzikir. Oleh karenanya, wajib dipermudah, wajib diberi jalan.’

2) Syiar Thoriqoh dilakukan melalui aktivitas kreatif di dunia maya. Saat ini kita sedang berada di era digital technology. Era revolusi teknologi informasi dan komunikasi ditandai dengan lahirnya berbagai instrumen yang bisa menghubungkan manusia satu sama di berbagai penjuru dunia, dengan super cepat, mudah dan terbuka. Di masa lalu, alat komunikasi jarak jauh, terbatas melalui sambungan telepon kabel, hanya dengar suara (audio). Sekarang, bisa melalui sambungan smart-phone, yang bisa terdengar suaranya-terlihat lawan bicaranya (audio-visual).

Penyebaran informasi di masa lalu, hanya melalui pintu media massa: monopoli televisi, radio, dan koran. Sekarang, dengan kehadiran makhluk media social seperti Facebook, Instagram, Twitter, SnapChat, You Tube, kita semua, melalui akun sendiri, bisa menjadi subjek penyebar dan penerima pesan ke seluruh sudut dunia. Facebook misalnya, per tahun 2018, pengguna aktifnya 2,17 miliar di seluruh dunia dan 130 juta di Indonesia.       Seandainya kita mengunggah content di-wall akun sendiri, artinya, maka hampir separuh penduduk di negeri ini, sebagai pengguna aktif Facebook, most likely membaca apa yang kita unggah. Kalau bahasa yang dipilih berbahasa internasional maka semakin besar lagi kemungkinan pembaca-nya. Sementara Instragram, pengguna di seluruh Indonesia menembus angka 1 miliar tahun ini, di Indonesia, pengguna-nya, utamanya anak-anak usia remaja, berjumlah 53 juta.

- Advertisement -

Kunci agar merajai dunia media sosial dan menjadi leader bukan follower, jadi driver bukan passanger, jadi inovator bukan pengekor, jadi content-creartor bukan hanya viewers, ialah kemauan dan kemampuan untuk melakukan inovasi dalam membuat konten, dan kreatif dalam penyajian materi. Banyak cara menyajikan pesan. Dengan aktif di dunia media sosial, kita juga bisa bisa mengais rezeki halal. Banyak di antara generasi zaman now yang karena berhasil menjadi content creator yang creative mereka menjadi You Tuber yang sukses dan kaya raya. Flow-nya sederhana dan tidak rumit, content-nya menarik sehingga membuat para netizens tertarik, lalu memutuskan jadi followers dan subscribers akun atau channel kita, dengan ratusan ribu bahkan jutaan followers kita akan menerima tsunami berkah rezeki sebagai endorser consumer goods, dan ragam produk lainnya secara langsung atau tidak langsung.

Dalam kaitan dengan men-syiarkan thoriqoh, para Dai’, kita semua, harus mengerti bahasa-bahasa kaum yang mulai diisi oleh anak-anak milenial. Maka kita harus bisa mengemas pesan dakwah dengan style anak-anak zaman now. Inti pesannya, misalnya, membuat narasi besar bahwa sekarang saatnya gaul tapi sholeh, banyak main-banyak manfaat, atau anak hijrah itu keren. Pemaknaan hijrah diorientasikan mengambil Talqin Dzikir dan mengamalkannya. Talqin menjadi batas suci umat Islam di seluruh dunia. Apapun pesan dan kerjanya semua harus dibingkai ajaran yang terbukti shoolihun likulli zaman wal makan: TQN PP Suryalaya.

Kedua, program kerja men-Dunia-kan Thoriqoh dan men-Thoriqoh-kan Dunia diterjemakan dalam konfigurasi makna bahwa: ajaran langit yang sudah, sedang dan akan selalu kita amalkan ini harus mem-bumi dan di-bumi-kan. Artinya, siapapun yang mengamalkan ajaran ini, harus bisa merasakan manfaat kontan ketika hidup di dunia. Harus diakui bahwa kita sekarang ini hidup di suatu tatanan peradaban manusia yang dipengaruhi kuat ideologi Materialism. Mereka mendefinisikan sekaligus mengimani ‘ada-nya sesuatu’ itu harus terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, tercium oleh hidung, tercerap oleh lidah, dan teraba oleh kulit. Orang-orang di daratan Eropa menyebutnya dengan ungkapan: Seeing is believing yang berarti, Melihatnya (baru) percaya. Pandangan seperti ini tidak salah, hanya kurang bener.  Tidak usah disalahkan, karena dalam Tanbih kita diajarkan agar: Jangan menyalahkan ajaran orang lain (Tanbih). Terlebih, dalam konstruksi ajaran kita, juga mengenal levelling keyakinan: ilmu yaqin, ainul yaqin, haqqul yaqin dan aqmalul yaqin.

Mengapa (juga) tidak usah disalahkan? Ini karena Guru Agung kita tegas menyatakan, “Diajar Torekat teh sing aya deuleunana… sing aya deuleueun batur.” Tidak usah ditafsir-tafsir, ini perintah Guru, agar pengamalan Thoriqoh itu (hasilnya) nyata, menjelma, meraga, di dunia: terlihat, terdengar, tercium, tercerap, dan terasa oleh seluruh penduduk alam dunia ini. Dalam ungkapan berbeda, Guru Agung jelas mengatakan, hasil kerja ajaran yang jadi amalan thoriqoh itu: “Kongkrit dalam keabstrakannya dan abstrak dalam kekongkritannya” Segala sesuatu terlewati air basah, terlewati api gosong, begitupun seseorang yang telah meng-amal-kan Dzikir juga sejatinya meninggalkan bekas. Bekas Dzikir itu amal perbuatan sholeh: aktivitas positif, produktif, dan berada di dalam rel kebenaran, tidak ada pelanggaran Syariat. Bahkan bekas dzikr dalam bidang muamalah ini oleh Guru Agung menjadi indikator diterima tidaknya ibadah seseorang. Ke-maqbul-an dan ke-mabrur-an ibadah, seluruh amaliyah Thoriqoh, terletak dalam aktualisasi Akhlak sehari-hari. Jika tidak membekas dalam perilaku sosial maka itu tanda ibadahnya, seluruh amaliyahnya, tertolak alias mardud wal matrud. Naudzubillahi mindzalik!

[Bersambung]

Share This Article
Leave a comment