Oleh : K.H. Budi Rahman Hakim, MSW., P.h.D. (Abah Jagat Al Khoolis)
(Pimpinan Pesantren Peradaban Dunia Jagat ‘Arsy)
Terkait dengan kerja peradaban men-Dunia-kan Thoriqoh me-Thoriqoh-kan dunia, Pangersa Abah memberi taujihat yang sangat jelas: “Kita ini bukan makhluq Dunia karena akan pindah ke Akhirat. Kita juga bukan makhluq Akhirat karena masih di Dunia. Oleh karena demikian, jangan sampai: 1) Ketika mengejar Dunia melupakan Akhirat; 2) Ketika mengejar Akhirat melupakan dunia. Harus dijaga keseimbangan.” Ungkapa Guru Agung ini, merupakan ekstensi dari kalam Ahli Silsilah nomor Tiga, Kanjeng Nabi Muhammad Shollalohu ‘alaihi wasallam:
عن أنس بن مالك قال، قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم: لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لآخِرَتِهِ ، وَلا آخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ ، حَتَّى يُصِيبَ مِنْهُمَا جَمِيعًا ، فَإِنَّ الدُّنْيَا بَلاغٌ إِلَى الآخِرَةِ ، وَلا تَكُونُوا كَلا عَلَى النَّاسِ(رواه الديلمى و ابن عساكر)
“Bukanlah yang baik di antara kalian orang yang meninggalkan dunia untuk akhiratnya, atau meninggalkan akhiratnya untuk dunianya sampai ia meraih keduanya. Karena dunia dapat mengantarkan seseorang ke akhirat, dan dengan dunia engkau tidak menjadi beban atas orang lain.”
Dengan demikian, jelas, doktrin thoriqoh kita adalah keseimbangan (the principle of balance). Meminjam ungkapan Wali ke-10 tanah Jawa, murid Tuan Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, yakni, Syeikh al-Haaj Muhammad Suharto bahwa tujuan ajaran yang kita amalkan ini adalah untuk meraih “Kemajuan Lahiriyah dan Kesejahteraan Batiniyah”. Untuk menguatkan, di berbagai kesempatan, Guru-guru Agung kita banyak menukil ayat dan hadits yang menerangkan kerja peradaban men-Dunia-kan Thoriqoh dan men-Thoriqoh-kan dunia untuk menjaga equilibrium tatanan kehidupan manusia.
Firman Alloh dalam Surat al-Qoshosh (28) ayat 77 sangat jelas menginstruksikan kepada seluruh umat manusia untuk mengambil peran keduniaan yang positif dan konstruktif sebaliknya menghindarkan diri dari kegiatan keduniaan yang negatif dan destruktif:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash, dalam atsarnya berkata:
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًاً
“Bekerjalah untuk dunia-mu seakan engkau hidup selamanya”
Tuan Syeikh Abdul Qoodir al-Jailani secara tersirat memerintahkan kita agar menjadi orang yang mampu menguasai dunia bukan jadi orang yang dikuasasi dunia. Dan jalan untuk menjadi orang menguasai dunia dengan cara slalu memposisikan diri sebagai pelayan Alloh dan seluruh Khalifah-nya di dunia. Dengan menjadi pelayan-Nya kita menjadi penguasa dunia:
وَكَانَ الْمَالُ خَادِمَكَ وَأَنْتَ خَادِمُ الْمَوْلَى، فَتَعِيْشُ فِي الدُّنْيَا مُذَلَّلًا وَفِي الْعُقْبَى مُكَرَّمًا (فتوح الغيب للقطب الرّبّانى الشيخ محي الدين عبد القادر الجيلاني: المقالة الثانية عشرة في النهي عن حب المال)
“Harta itu pelayanmu, sedangkan engkau adalah pelayan Tuan-Mu, Alloh. Engkau hidup di dunia dengan menguasai dunia, dan di akhirat engkau hidup baik dan dimuliakan.”
Tuan Syeikh fi hadza zaman Ahli Silsilah 38 juga berseru pada seluruh murid-muridnya:
“Kepada para ikhwan cari uang yang banyak agar bisa shodaqoh…Riyadhoh paling tinggi itu shodaqoh.”
(Bersambung)